KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perhelatan acara olahraga terbesar di Asia, Asian Games, berhasil mengerek perolehan pangsa pemirsa atawa
audience share perusahaan media. Namun, pertumbuhan
rate card alias harga iklan per spot yang melambat diperkirakan para analis masih membuat kinerja sejumlah perusahaan loyo. Emiten yang mendapat keuntungan dari penyelenggaraan Asian Games yang berlangsung pada Agustus hingga awal September lalu antara lain PT Surya Citra Media Tbk. Perusahaan dengan kode saham
SCMA ini memang jadi pemenang hak siar Asian Games 2018. Alhasil, hingga Agustus 2018, pangsa pemirsa pengelola stasiun televisi SCTV dan Indosiar ini mencatatkan rekor, yakni mencapai 36,6%.Level ini jadi yang tertinggi. Mengingat, pangsa pemirsa pesaingnya, seperti PT Media Nusantara Citra Tbk (
MNCN), hanya 30,3% per Agustus lalu.
Sebenarnya, perolehan pangsa pemirsa kedua perusahaan media ini lebih tinggi dari perolehan tahun lalu. Namun, analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya, kembali menegaskan, kompetisi perolehan pangsa pemirsa kini tak lagi menjadi faktor utama yang mendorong kinerja sektor media. Lantaran, perolehan pangsa pasar yang meningkat tidak tercermin pada keuntungan harga saham sektor media. "Industri media sedang kurang menarik, jadi meski emiten juara satu dalam menggaet
audience share, kinerja sektor ini tetap kurang atraktif karena
rate card tidak bisa naik dan tidak memiliki penawaran yang tinggi," kata dia, Jumat (28/9). Karena itu, Christine memprediksi prospek sektor media sedikit suram. Mengingat, pendapatan iklan dari perusahaan
fast moving consumer goods (FMCG) berkurang. Perusahaan FMCG cenderung melakukan efisiensi pengeluaran, lantaran kenaikan harga bahan baku akibat terpapar penurunan kurs rupiah. Serupa, Aditya Eka Prakasa, analis BCA Sekuritas, bilang, pengeluaran perusahaan untuk kegiatan pemasaran sedang melambat. Terlebih sepanjang tahun ini, rupiah cenderung volatil. Namun, ia masih melihat ada harapan kinerja emiten media di kuartal III-2018 meningkat. Dalam risetnya, Jumat (28/9), Aditya mencatat pendapatan iklan SCMA dan MNCN cuma tumbuh rata-rata 2,5% dalam tiga tahun terakhir. Pertumbuhan pendapatan iklan yang melambat tersebut dipengaruhi meningkatnya iklan di platform digital, yang memang menghabiskan pangsa pasar televisi. Selain itu,
rate card berpotensi kembali terdiskon karena jelang pemilihan presiden. "Risiko mungkin timbul dari iklan kampanye politik yang biasanya menuntut diskon
rate card," jelas Aditya. Ini membuatnya memprediksi, harga iklan per spot di televisi milik SMCA dan MNCN untuk 2018 hingga 2019 hanya tumbuh 3% dan 5%.
Untuk tahun ini pun, harga saham perusahaan media tertekan cukup dalam. Alhasil, Aditya mempertahankan rekomendasi
overweight bagi sektor ini. Walau menjagokan saham SCMA, ia menurunkan asumsi pendapatan perusahaan ini di 2019, karena pertimbangan
rate card yang bakal lebih rendah. Sementara kinerja MNCN di tahun ini dan tahun depan juga masih berat. Selain karena potensi
rate card yang terus turun, perusahaan ini juga mendapat tekanan dari pelemahan nilai tukar rupiah. Maklum, utang perusahaan ini tercatat dalam denominasi dollar Amerika Serikat. Senada, Christine juga menjagokan SCMA karena menyukai manajemen perusahaan yang lebih hati-hati. Ia menyarankan beli saham SCMA dengan target harga Rp 2.100 per saham. Ia memperkirakan pendapatan SCMA mencapai Rp 4,9 triliun, dengan laba sebesar Rp 1,4 triliun hingga akhir tahun ini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati