Sektor Pariwisata Bergairah, Setoran Cukai Minuman Beralkohol Capai Rp 3,4 Triliun



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan, cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA) alias minuman beralkohol pada periode Januari-Juni 2023 atau semester I-2023 berkontribusi positif terhadap penerimaan negara.

Dalam Laporan Kemenkeu, realisasi penerimaan cukai minuman berkalkohol pada periode laporan telah mencapai Rp 3,4 triliun. Angka ini setara 39,5% dari target yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 sebesar Rp 8,67 triliun.

Penerimaan cukai minuman beralkohol ini tumbuh 1,6% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kemenkeu menjelaskan, faktor utama dari pencapaian tersebut adalah adanya peningkatan produksi MMEA terutama di dalam negeri.


Baca Juga: 6 Bahan Alami yang Efektif Meredakan Diare, Salah Satunya Air Kelapa

"Faktor utama yang memengaruhi kinerja tersebut adalah meningkatnya sektor pariwisata yang berdampak produksi MMEA terutama dari dalam negeri. Hal ini diindikasikan dengan peningkatan cukai MMEA golongan A yang memiliki volume peredaran terbesar di pasar Indonesia," tulis Kemenkeu dalam laporannya, dikutip Rabu (26/7).

Sebagai informasi, MMEA golongan A merupakan minuman dengan kadar alkohol terendah, dengan maksimal kandungan sebanyak 5%. MMEA tersebut juga memiliki volume peredaran terbesar di pasar Indonesia terendah dengan porsi sekitar 60%.

Untuk diketahui, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai hingga semester I-2023 telah mencapai Rp 135,4 triliun atau 44,7% terhadap target APBN 2023. Capaian tersebut terkontraksi sebesar 18,8% dari periode yang sama tahun sebelumnya.

Hal tersebut disebabkan oleh penurunan cukai dan bea keluar, meskipun bea masuk masih menunjukkan peningkatan.

Baca Juga: Menilik Industri Rokok Nasional, Terpukul Kenaikan Cukai

Penerimaan cukai sebagai komponen terbesar dari penerimaan kepabeanan dan cukai pada semester I-2023 mampu mencapai Rp 105,9 triliun atau 43,1% terhadap target APBN 2023. 

Kinerja cukai tersebut terkontraksi sebesar 12,2% yang disebabkan karena penurunan produksi hasil tembakau utamanya dari Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) golongan I.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli