SYDNEY. Saham-saham Asia kembali berguguran pagi ini. Kali ini, kemerosotan dipimpin oleh penurunan harga saham jasa keuangan dan produsen logam. Penyebabnya, kekhawatiran pasar akan resesi global yang semakin parah dan menurunnya permintaan akan komoditas ke wilayah regional. Mitsubishi UFJ Financial Group Inc mengalami penurunan sebesar 4% di Tokyo. Hal ini terjadi setelah adanya spekulasi bahwa perbankan global harus menambah modal kerjanya karena saham-saham perusahaan finansial AS terus melorot ke posisi terendah dalam 14 tahun. Sementara itu di Sydney, BHP Billiton Ltd longsor 3% setelah menutup tambang nikel akibat anjloknya harga logam. Kondisi serupa juga dialami Sony Corp yang melorot 3,1% setelah posisi yen mengalami penguatan. “Kekhawatiran yang beredar saat ini adalah perbankan di seluruh dunia mengalami penyusutan modal. Hal ini yang terus menekan harga saham-saham dunia. Kami sangat prihatin atas kondisi perusahaan logam dan permintaan industri lainnya,” jelas Philip Schwartz dari ING Investment Management di New York.
Sektor Perbankan Bikin Jeblok Bursa Asia
SYDNEY. Saham-saham Asia kembali berguguran pagi ini. Kali ini, kemerosotan dipimpin oleh penurunan harga saham jasa keuangan dan produsen logam. Penyebabnya, kekhawatiran pasar akan resesi global yang semakin parah dan menurunnya permintaan akan komoditas ke wilayah regional. Mitsubishi UFJ Financial Group Inc mengalami penurunan sebesar 4% di Tokyo. Hal ini terjadi setelah adanya spekulasi bahwa perbankan global harus menambah modal kerjanya karena saham-saham perusahaan finansial AS terus melorot ke posisi terendah dalam 14 tahun. Sementara itu di Sydney, BHP Billiton Ltd longsor 3% setelah menutup tambang nikel akibat anjloknya harga logam. Kondisi serupa juga dialami Sony Corp yang melorot 3,1% setelah posisi yen mengalami penguatan. “Kekhawatiran yang beredar saat ini adalah perbankan di seluruh dunia mengalami penyusutan modal. Hal ini yang terus menekan harga saham-saham dunia. Kami sangat prihatin atas kondisi perusahaan logam dan permintaan industri lainnya,” jelas Philip Schwartz dari ING Investment Management di New York.