JAKARTA. Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Setyo Maharso mengatakan, peranan sektor perumahan bagi pertumbuhan ekonomi nasional cukup besar. Dari hasil penelitian REI bersama Universitas Indonesia, sektor perumahan berkontribusi sekitar 26%-28% bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia tiap tahunnya. "Ditinjau dari pengeluaran konsumsi sektor bangunan, maka sektor perumahan Indonesia berkontribusi sekitar 26% sampai 28% bagi pertumbuhan ekonomi," tutur Setyo dalam sambutannya di Pembukaan Musyawarah Nasional Realestat Indonesia di Hotel Grand Melia, Senin (25/11). Menurut Setyo, peranan dan konstribusi sektor perumahan di Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Oleh karena itu, REI membutuhkan dukungan penuh pemerintah dan otoritas moneter untuk memajukan sektor perumahan agar sektor perumahan dapat berkembang jauh lebih besar lagi, dan tetap menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, REI memandang keputusan Bank Indonesia mengerek kembali suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 7,5% berdampak bagi para pengembang. "Kenaikan tersebut harus diwaspadai karena pasti akan berdampak pada sektor usaha, termasuk realestate," terang Setyo. Karena itu, REI meminta agar keputusan bank sentral tersebut diimbangi dengan pengawasan moneter terhadap sektor riil karena dampaknya akan berantai dan akhirnya mengancam pertumbuhan ekonomi. REI memandang bahwa pengawasan moneter diperlukan sebagai upaya perlindungan terhadap pertumbuhan perekonomian di sektor riil agar tidak tergerus atau menyusut. Setyo mengakui, bahwa kenaikan suku bunga sangat menakutkan bagi para pengembang properti. Sebab, masyarakat yang ingin membeli rumah dengan menggunakan KPR akan dibayangi dengan kenaikan bunga kredit yang tinggi. Akibatnya, keinginan masyarakat untuk memiliki rumah akan terhambat. Atas pertimbang itu, REI meminta agar pemerintah mengeluarkan paket kebijakan bagi dunia usaha, khususnya bagi para pengembang kecil dan menengah yang langsung merasakan dampak keputusan Bank Sentral tersebut.
Sektor perumahan sumbang 28% pertumbuhan ekonomi
JAKARTA. Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Setyo Maharso mengatakan, peranan sektor perumahan bagi pertumbuhan ekonomi nasional cukup besar. Dari hasil penelitian REI bersama Universitas Indonesia, sektor perumahan berkontribusi sekitar 26%-28% bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia tiap tahunnya. "Ditinjau dari pengeluaran konsumsi sektor bangunan, maka sektor perumahan Indonesia berkontribusi sekitar 26% sampai 28% bagi pertumbuhan ekonomi," tutur Setyo dalam sambutannya di Pembukaan Musyawarah Nasional Realestat Indonesia di Hotel Grand Melia, Senin (25/11). Menurut Setyo, peranan dan konstribusi sektor perumahan di Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi cukup tinggi. Oleh karena itu, REI membutuhkan dukungan penuh pemerintah dan otoritas moneter untuk memajukan sektor perumahan agar sektor perumahan dapat berkembang jauh lebih besar lagi, dan tetap menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, REI memandang keputusan Bank Indonesia mengerek kembali suku bunga acuan atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 7,5% berdampak bagi para pengembang. "Kenaikan tersebut harus diwaspadai karena pasti akan berdampak pada sektor usaha, termasuk realestate," terang Setyo. Karena itu, REI meminta agar keputusan bank sentral tersebut diimbangi dengan pengawasan moneter terhadap sektor riil karena dampaknya akan berantai dan akhirnya mengancam pertumbuhan ekonomi. REI memandang bahwa pengawasan moneter diperlukan sebagai upaya perlindungan terhadap pertumbuhan perekonomian di sektor riil agar tidak tergerus atau menyusut. Setyo mengakui, bahwa kenaikan suku bunga sangat menakutkan bagi para pengembang properti. Sebab, masyarakat yang ingin membeli rumah dengan menggunakan KPR akan dibayangi dengan kenaikan bunga kredit yang tinggi. Akibatnya, keinginan masyarakat untuk memiliki rumah akan terhambat. Atas pertimbang itu, REI meminta agar pemerintah mengeluarkan paket kebijakan bagi dunia usaha, khususnya bagi para pengembang kecil dan menengah yang langsung merasakan dampak keputusan Bank Sentral tersebut.