Sekuritisasi aset BTN siap meluncur



JAKARTA. Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) melirik  sekuritisasi aset sebagai sumber pendanaan baru. Bank  plat merah spesialis penyalur kredit perumahan ini mengincar Rp 3 triliun dari perhelatan yang akan dilaksanakan pada semester I-2015 itu.

Sebagai gambaran,  sekuritisasi adalah konversi sekelompok piutang (biasanya kredit) menjadi surat berharga. Surat berharga tersebut dapat diperdagangkan dan memberi return.

Sebelumnya, Bank Mandiri Tbk (BMRI) berencana melakukan sekuritisasi KPR untuk dibungkus menjadi KIK EBA senilai Rp 750 miliar. Bank Mandiri menggandeng Danareksa Investment Management. Namun, rencana tersebut batal awal tahun lalu.


Program sekuritisasi bisa menjadi alternatif sumber pendapatan bagi emiten selain obligasi. Instrumen ini juga bisa dilirik investor sebagai alternatif investasi jika memberikan return menarik.

Nah, Direktur Tresuri BTN Imam Nugroho Soeko mengatakan, pihaknya akan menggandeng perusahaan pembiayaan, PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) dalam program sekuritisasi ini. BTN juga menawarkan instrumen ini ke perusahaan asal Malaysia, Cagamas Bhd.

Menurut Soeko, masuknya Cagamas ini karena nilai sekuritisasi cukup besar. BTN juga memanfaatkan peluang dari penandatanganan asas resiprokal antara Bank Indonesia (BI), Bank Negara Malaysia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), akhir tahun lalu. "Kami mempersilakan Cagamas  masuk dan membeli di primary market dalam denominasi rupiah. Sedangkan hedging-nya akan dilakukan sendiri oleh Cagamas," kata Soeko, kemarin.

SMF biasanya lantas menjual kembali sekuritisasi BTN ke manajer investasi yang dibundel dalam kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIK EBA). KIK EBA inilah yang kemudian menyerap dana investor.

Analis Millenium Danatama Asset Management Desmon Silitonga memperkirakan, sekuritisasi ini akan membagikan kupon sekitar 10%-11%  per tahun. "Kupon tersebut cukup menarik. Apalagi tidak ada gejolak yang signifikan seperti kenaikan suku bunga dan lonjakan inflasi yang memicu kenaikan yield acuan obligasi," ujar Desmon.

Dia memperkirakan, sekuritisasi BTN akan terserap oleh pasar. Sejumlah investor institusi akan memburu produk kemasan sekuritisasi sebagai alternatif investasi.

Analis obligasi Fakhrul Aufa, menilai, sekuritisasi BTN  memiliki risiko rendah. Pasalnya, instrumen ini biasanya memiliki peringkat AAA dengan kualitas aset dasar kredit pemilikan rumah (KPR) yang apik. "Dengan peringkat tinggi, menurut saya sekuritisasi BTN menjadi instrumen yang menarik," ujar Fakhrul.

Belum populer

Sekuritisasi memang terbilang baru dan belum familier  di Indonesia. Sebab, "Penerbit instrumen ini merupakan perusahaan sektor finansial dan tidak semua perusahaan tertarik melakukan sekuritisasi," kata Desmon.

Di sisi lain, calon perusahaan penerbit masih memiliki sumber pendanaan lain seperti penerbitan obligasi dan dana pihak ketiga. Selain itu, persoalan dari sisi akuntansi menjadi pertimbangan perusahaan penerbit.

Maklum, sekuritisasi akan mempengaruhi komposisi laporan keuangan perusahaan. Sebab, posisi aset berpeluang susut lantaran tagihan kredit dilakukan sekuritisasi.

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Reksadana Indonesia (APRDI) Denny Thaher mengatakan, perusahaan penerbit enggan melakukan sekuritisasi karena mereka telah memiliki likuiditas yang berlebih. "Sekuritisasi dilakukan apabila perbankan membutuhkan kas, sedangkan saat ini perbankan memiliki banyak kas," ujar Denny.      

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia