KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah masih belum menunjukkan taringnya, bahkan hingga akhir pekan ini. Rupiah spot ditutup pada level Rp 15.613 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat (6/10), atau dengan demikian rupiah di pasar spot ambles 0,99% dalam sepekan. Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mewanti-wanti, pelemahan nilai tukar rupiah akan memberi dampak pada peningkatan inflasi barang impor (
imported inflation).
"
Imported inflation, via pelemahan kursi juga perlu diwaspadai pada akhir tahun ini," terang David kepada Kontan.co.id, Sabtu (7/10). Namun faktanya, barang impor per akhir Agustus 2023 mencatat deflasi sebesar 11% secara tahunan (YoY).
Baca Juga: Hati-Hati! Ancaman Imported Inflation Menghantui Akibat Pelemahan Rupiah Hanya, karena ada pelemahan nilai tukar rupiah, defisitnya berpeluang mengecil alias di bawah 11% YoY atau mendekati pada angka inflasi. "Kemungkinan akhir tahun 2023 tetap ke arah minus, tetapi akan mengecil pada akhir tahun 2023," tegasnya. David menambahkan, selain pelemahan rupiah, yang memengaruhi kondisi
imported inflation adalah masa depan barang impor dari China. Seperti kita tahu, selama ini Indonesia kebanjiran barang impor dengan harga murah dari China. Menurut David, ini juga salah satu yang menyebabkan deflasi barang impor per Agustus 2023. Bila nantinya kebijakan impor barang dari China ini diperketat, maka David mengira kebijakan tersebut akan mendorong makin rendahnya pergerakan harga barang impor. Lebih lanjut, selain masalah
imported inflation, David mewanti-wanti hal lain yang bisa menyundut rupiah.
Baca Juga: Nilai Tukar Rupiah Melemah, Kadin: Pebisnis Harus Waspada Seperti, kenaikan harga pangan akibat fenomena kekeringan (El Nino) juga kenaikan harga minyak. Namun, ia meyakini inflasi Indonesia akan bergerak di kisaran sasaran BI yang sebesar 3% YoY plus minus 1%. Dari hitungannya, inflasi pada akhir tahun akan mungkin bergerak di kisaran 2% YoY hingga 3% YoY. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari