Selain Nikel, Luhut Dorong Pengembangan Hilirisasi Rumput Laut



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mendorong pengembangan hilirisasi rumput laut. Terlebih Indonesia merupakan produsen rumput laut terbesar kedua di dunia.

“Rumput laut ini menurut saya menjadi satu project yang dalam lima tahun, sepuluh tahun ke depan akan sama pengaruhnya atau mungkin lebih besar pengaruhnya daripada nikel itu,” ujar Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan dalam konferensi pers, Jumat (22/12).

Luhut mencontohkan, Indonesia mempunyai pengalaman dalam hilirisasi nikel selama tujuh tahun. Ekspor yang sebelumnya hanya US$ 1,5 miliar, saat ini ekspor sudah sampai menyentuh angka US$ 34 miliar. Angka itu akan bertambah terus tergantung produk turunannya.


Baca Juga: Apindo: Kebijakan Hilirisasi Bermasalah dan Perlu Dievaluasi

Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves Firman Hidayat menambahkan, potensi hilirisasi Indonesia tidak hanya pada sektor pertambangan. Akan tetapi juga pada sektor lain salah satunya rumput laut.

Menurutnya, pemanfaatan rumput laut akan melibatkan banyak tenaga kerja. Ia menceritakan bahwa Indonesia selama ini hanya mengekspor dalam bentuk bahan baku mentah atau agar – agar.

Padahal, potensi hilirisasi rumput laut bisa menjadi bermacam – macam produk. Misalnya produk kesehatan, produk makanan, biostimulant dan lainnya.

Selain meningkatkan perekonomian, hilirisasi rumput laut diyakini dapat mengatasi permasalahan sampah plastik dan ketahanan pangan. “Cuma kan bagaimana kita mengeksekusinya,” ucap Firman.

Firman mengungkapkan alasan pengolahan rumput laut yang terbilang mahal karena pengolahan yang ada saat ini terbagi-bagi dalam skala kecil. Lalu, pengolahannya juga masih dengan cara/metode tradisional.

“Kita perlu bikin yang skala besar, mekanisasi teknologi sehingga produktivitasnya meningkat, costnya bisa turun, kemudian kita bisa produksi macam-macam,” ucap Firman.

Baca Juga: Indonesia Masuk 10 Besar Penyumbang Manufaktur Global, Ini Penyebabnya

Lebih lanjut Firman mengatakan, pemerintah menyiapkan pilot project pengembangan rumput laut menggunakan teknologi dan mekanisasi di Teluk Ekas Nusa Tenggara Barat. Nantinya akan evaluasi dampak terhadap indikator sosial ekonomi, lingkungan, dan biodiversitas, serta potensi karbon.

Firman menyebut bahwa saat ini luas lahan tambak budi daya rumput laut baru 102.000 hektar di seluruh Indonesia. Pemerintah menargetkan peningkatan tambak budi daya rumput laut menjadi 1,2 juta hektar agar pengembangan bioplastik atau energi dapat dilakukan.

“Proyeksi sampai 2040 potensi market global lebih dari US$ 10 miliar, trus bioplastik potensi marketnya lebih dari US$ 40 miliar, dan ini bisa dipenuhi salah satunya melalui rumput laut. Dan kita adalah negara dengan produksi terbesar (rumput laut) nomor dua di dunia,” jelas Firman. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .