Selama 22 tahun kerjasama Inalum, Indonesia tekor



JAKARTA. Pemerintah akan mengevaluasi proyek patungan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) pada 31 Oktober 2013 mendatang. Menteri Keuangan Agus Martowardojo beralasan, pemerintah menderita kerugian selama 22 tahun sejak proyek kerjasama pengolahan aluminium berlangsung 30 tahun lalu.Agus tidak mengungkapkan seberapa besar nilai kerugian tersebut. Dia juga membeberkan seberapa besar nilai keuntungan Indonesia selama delapan tahun.Menurut Agus, besaran kerugian itu dihitung dari selisih harga 1 ton bauksit dengan harga 1 ton alumunium. “Bayangkan selisih harga 1 ton alumunium jika dibandingkan dengan harga 1 ton bauksit itu selisih harganya mencapai 148 kali lipat, bayangkan saja itu,” kata Agus, Selasa (31/7) malam. Karena itu, Agus berharap pemerintah mengambil alih kepemilikan saham sisa Inalum tersebut supaya Indonesia bisa mendapat keuntungan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah mengajukan anggaran tambahan pengambilalihan Inalum ke DPR beberapa waktu lalu. Dari yang pada tahun 2012 ini jumlahnya hanya mencapai Rp 2 triliun menjadi Rp 5 triliun. Agus mengatakan, penambahan anggaran ini karena pemerintah tidak ingin menggunakan saldo kas sebesar Rp 6 triliun yang masih tersimpan di Inalum. DPR belum menyetujui permohonan pemerintah itu. Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis mengatakan, pemerintah harus memberikan alasan yang rasional kepada DPR mengenai penambahan anggaran itu. "Kenapa Inalum, kenapa bukan Freeport misalnya, itu harus dijelaskan oleh pemerintah karena ini uang uang negara, harus diketahui maksimum profitnya. Kalau itu bisa dijelaskan oleh pemerintah kemungkinan besar bisa disetujui," kata Harry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Edy Can