Selama lima tahun bekerja, DPR periode 2014-2019 hanya sahkan 91 RUU



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada periode 2014-2019, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan 91 Rancangan Undang-Undang (RUU). RUU yang disahkan ini lebih sedikit dibandingkan RUU yang disahkan oleh DPR periode 2009-2014 yakni sebanyak 125 RUU.

"Sampai tanggal 29 September 2019, DPR telah menyelesaikan 91 RUU yang terdiri dari 36 RUU dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas)2015-2019 dan 55 RUU Kumulatif terbuka." ujar Ketua DPR Bambang Soesatyo dalam rapat paripurna, Senin (30/9).

Baca Juga: Dinilai merugikan, buruh tolak RUU Ketenagakerjaan


RUU Kumulatif terbuka terdiri dari pengesahan perjanjian internasional tertentu, akibat putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dan penetapan atau pencabutan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi Undang-Undang.

Bambang mengakui, masih ada beberapa RUU prioritas yang belum disahkan atau masih dalam pembicaraan tingkat I di komisi dan pansus. Meski begitu, dia berharap RUU tersebut dapat dibahas pada masa keanggotaan DPR periode mendatang.

"Mengingat carryover legislasi sudah ada landasan hukumnya, yaitu dengan disetujuinya RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan," ujar Bambang.

Baca Juga: Permintaan penyelidikan pemakzulan oleh DPR AS kian intensif, Trump tetap membangkang

RUU yang belum disahkan tersebut adalah RUU tentang Pertanahan, RUU tentang Daerah Kepulauan, RUU tentang Kewirausahaan Nasional, RUU tentang Desain Industru, RUU tentang Bea Meterai, RUU tentang Penghapusan  Kekerasan Seksual, RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol, RUU tentang Pertembakauan, RUU tentang Perkoperasian, dan RUU tentang Pengawasan Obat dan Makanan.

Menurut Bambang, pelaksanaan prolegnas sulit mencapai target karena berbagai kendala yang dihadapi. Dia merinci kendala pertama adalah penentuan target prioritas tahunan terlalu tinggi dan belum mempertimbangkan kapasitas dan ketersediaan waktu legislasi.

Kendala kedua, lemahnya parameter yang digunakan untuk menentukan RUU yang akan dimasukkan dalam Prolegnas. Ketiga, penyelesaian pembahasan sering mengalami dead-lock baik antara pemerintah dan DPR maupun di internal pemerintah.

Baca Juga: MK tolak uji materi jika revisi UU KPK belum bernomor hingga waktu yang ditentukan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli