Selama Pandemi, Kebijakan Restrukturisasi Kredit Tetap Dibutuhkan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit yang dijalankan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdampak positif bagi perekonomian Indonesia. Sejumlah pengamat menilai demi menangani dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19, perpanjangan restrukturisasi kredit bermanfaat kelangsungan perbankan dan usaha.

OJK baru saja memutuskan memperpanjang kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit yang tertuang dalam POJK No.11/POJK.03/2020 selama setahun. Relaksasi yang sebelumnya bakal berakhir Maret 2021 tersebut masih akan berlaku hingga Maret 2022.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai kebijakan tersebut sudah tepat dalam rangka mitigasi potensi peningkatan risiko kredit setelah periode relaksasi restrukturisasi berakhir pada Maret 2021. Menurutnya hal ini mempertimbangkan kondisi arus kas keuangan debitur diperkirakan secara umum belum pulih cukup signifikan. 


Ia menambahkan  perkiraan tersebut didasari oleh kondisi makroekonomi Indonesia hingga saat ini masih belum cukup kuat meskipun menunjukkan tren perbaikan sejak kuartal II-2020 yang dinilai merupakan level terendah dalam perekonomian. "Meskipun menunjukkan tren perbaikan, kondisi sisi permintaan dari perekonomian masih menunjukkan yang belum kuat terindikasi dari rendahnya inflasi dan penurunan impor serta lemahnya permintaan kredit perbankan," kata Josua kepada KONTAN.CO.ID, Senin(26/10).

Josua menilai fungsi intermediasi dari sektor keuangan masih lemah akibat pertumbuhan kredit yang terbatas sejalan permintaan domestik yang belum kuat dan kehati-hatian perbankan akibat berlanjutnya pandemi. Pertumbuhan kredit pada September 2020 kembali menurun dari 1,04% year on year (yoy) pada Agustus 2020 menjadi 0,12% yoy.

Ditambah pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) naik dari 11,64% yoy pada Agustus 2020 menjadi 12,88% yoy didorong ekspansi keuangan pemerintah. Di tengah tren perlambatan kredit perbankan, rasio NPL per September tercatat di level 3,15%. 

"Oleh sebab itu, dikaitkan dengan keputusan OJK untuk memperpanjang periode relaksasi restrukturisasi, maka dapat memitigasi risiko kenaikan rasio non perfoming loan (NPL) secara khusus setelah Maret 2021," jelas Josua.

Alhasil, dengan pengelolaan risiko kredit yakni upaya untuk menekan rasio NPL  tetap rendah, maka akan dapat menekan peningkatan aset tertimbang menurut risiko (ATMR) sedemikian sehingga kondisi permodalan perbankan yang terindikasi melalui capital adequacy ratio (CAR) diperkirakan akan tetap terjaga di level yang tinggi (CAR perbankan per Agustus tercatat di level 23,39%). 

Selain itu, dengan perpanjangan relaksasi restrukturisasi yang didukung oleh tren penurunan suku bunga perbankan mengikuti penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) serta kebijakan quantitative easing yang mendukung ketersediaan likuiditas di sektor perbankan, maka kondisi stabilitas sistem perbankan diperkirakan akan tetap kuat serta mendukung peningkatan fungsi intermediasi perbankan. 

"Kedepannya, fungsi intermediasi perbankan diperkirakan akan semakin membaik sejalan prospek perbaikan kinerja korporasi dan pemulihan ekonomi domestik serta konsistensi sinergi kebijakan baik dari fiskal, moneter dan kebijakan sektor keuangan lainnya," jelasnya.

Secara terpisah, Ekonom Center of Reforms on Economic (CORE) Piter Abdullah menilai selama masih berlangsung pandemi kebijakan pelonggaran restrukturisasi kredit masih diperlukan.Khususnya bagi dunia usaha,  perbankan serta perusahaan leasing.

"Di tengah pandemi dunia usaha mengalami tekanan arus kas (cashflows) yang berat. Penerimaan turun sementara pengeluaran tetap tinggi, termasuk untuk pembayaran pokok dan bunga kredit bank," kata Pieter.

Piter menambahkan dampak makronya bila kebijakan ini tak diperpanjang maka bisa terjadi krisis ekonomi dan krisis sistem keuangan. Sedangkan dampak mikro bagi  perusahaan bisa kolaps jika tidak dibantu restrukturisasi.

Oleh karena itu, langkah awal OJK merestrukturisasi kredit bisa membantu menahan dampak pandemi agar tidak semakin parah. Hal ini berdampak dengan NPL perbankan yang terjaga dan permodalan bank yang masih baik. 

"Sistem perbankan kita masih stabil dan sehat. Di sisi lain dunia usaha juga masih bertahan," jelasnya.

Piter pun mendukung kebijakan restrukturisasi kredit ini agar dunia usaha bisa kembali beroperasi secara normal atau setidaknya mendekati normal. Supaya ada aliran uang masuk dan itu hanya bisa terjadi bila ada permintaan.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ridwal Prima Gozal