JAKARTA. Industri pertambangan Indonesia bakal terkena dampak pasca gempa dan tsunami yang melanda Jepang. Pasalnya, banyak komoditi ekspor Indonesia yang dikirim ke negara tersebut. Mau tak mau, para pengusaha harus sibuk mencari pasar baru sebagai pengganti pasar Jepang."Indonesia harus mencari pasar baru selain Jepang. Karena mereka pasti masih dalam tahap pemulihan," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Priyo Pribadi Soemarno kepada KONTAN, Selasa (15/3).Menurut Priyo, komoditi tambang yang paling besar kena dampaknya adalah nikel. Sebab, sekitar 55% kebutuhan nikel Jepang berasal dari Indonesia. Sayang, Priyo belum menghitung sampai berapa besar penurunan persentase ekspor nikel ke Jepang setelah bencana alam tersebut.Priyo memberi alternatif kepada pengusaha untuk mencari pasar baru nikel. Negara yang cocok adalah China. "Namun, nanti harga nikel akan turun karena China kelebihan pasokan," jelas dia. Jika industri tambang tidak mampu mencari pasar baru beberapa tambang yang skalanya kecil untuk sementara akan tutup alias tidak beroperasi. Sebab, pasar dalam negeri tidak bisa menyerap seluruh produksi, sedangkan pabrik smelter di Indonesia masih sedikit. “Ekspor ke Jepang baru akan pulih dalam waktu dua hingga tiga tahun mendatang,” katanya.Selain Nikel, ekspor batubara dan tembaga juga akan berpengaruh. Namun, tidak seperti nikel, untuk tembaga tidak akan terlalu berdampak besar kepada industri tambang. "Karena Indonesia masih mengekspor tembaga ke beberapa negara lain tidak hanya Jepang," kata Priyo. Sementara itu untuk batubara, Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Setiawan mengaku tsunami Jepang akan membuat harga batubara jatuh. "Sekitar 20% kebutuhan impor batubara Jepang dipasok dari Indonesia," kata Bambang. Pembeli dari Jepang merupakan pembeli utama thermal coal Australia seperti Tokyo Electric Power Co (TEPCO), Tohoku Electric Power Co Inc and Chubu Electric. Nama-nama tersebut merupakan perusahaan pembangkit listrik terkemuka Jepang yang tengah bernegosiasi dengan perusahaan tambang Xstrata, eksportir thermal coal terbesar dunia. Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia Irwandy Arif bilang, ekspor batubara Indonesia ke Jepang tidak akan terganggu karena batubara akan menggantikan pembangkit listrik tenaga nuklir. "Saat ini kebutuhan impor batubara Jepang mencapai 132 juta ton per tahun. Dengan matinya beberapa pembangkit nuklir, permintaan batubara untuk Jepang dan Eropa diperkirakan tetap konstan. Tidak akan terjadi penurunan drastis permintaan batubara dari Jepang," kata Irwandy.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Selama pasar Jepang lesu, industri tambang domestik harus cari pasar baru
JAKARTA. Industri pertambangan Indonesia bakal terkena dampak pasca gempa dan tsunami yang melanda Jepang. Pasalnya, banyak komoditi ekspor Indonesia yang dikirim ke negara tersebut. Mau tak mau, para pengusaha harus sibuk mencari pasar baru sebagai pengganti pasar Jepang."Indonesia harus mencari pasar baru selain Jepang. Karena mereka pasti masih dalam tahap pemulihan," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association (IMA), Priyo Pribadi Soemarno kepada KONTAN, Selasa (15/3).Menurut Priyo, komoditi tambang yang paling besar kena dampaknya adalah nikel. Sebab, sekitar 55% kebutuhan nikel Jepang berasal dari Indonesia. Sayang, Priyo belum menghitung sampai berapa besar penurunan persentase ekspor nikel ke Jepang setelah bencana alam tersebut.Priyo memberi alternatif kepada pengusaha untuk mencari pasar baru nikel. Negara yang cocok adalah China. "Namun, nanti harga nikel akan turun karena China kelebihan pasokan," jelas dia. Jika industri tambang tidak mampu mencari pasar baru beberapa tambang yang skalanya kecil untuk sementara akan tutup alias tidak beroperasi. Sebab, pasar dalam negeri tidak bisa menyerap seluruh produksi, sedangkan pabrik smelter di Indonesia masih sedikit. “Ekspor ke Jepang baru akan pulih dalam waktu dua hingga tiga tahun mendatang,” katanya.Selain Nikel, ekspor batubara dan tembaga juga akan berpengaruh. Namun, tidak seperti nikel, untuk tembaga tidak akan terlalu berdampak besar kepada industri tambang. "Karena Indonesia masih mengekspor tembaga ke beberapa negara lain tidak hanya Jepang," kata Priyo. Sementara itu untuk batubara, Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Setiawan mengaku tsunami Jepang akan membuat harga batubara jatuh. "Sekitar 20% kebutuhan impor batubara Jepang dipasok dari Indonesia," kata Bambang. Pembeli dari Jepang merupakan pembeli utama thermal coal Australia seperti Tokyo Electric Power Co (TEPCO), Tohoku Electric Power Co Inc and Chubu Electric. Nama-nama tersebut merupakan perusahaan pembangkit listrik terkemuka Jepang yang tengah bernegosiasi dengan perusahaan tambang Xstrata, eksportir thermal coal terbesar dunia. Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia Irwandy Arif bilang, ekspor batubara Indonesia ke Jepang tidak akan terganggu karena batubara akan menggantikan pembangkit listrik tenaga nuklir. "Saat ini kebutuhan impor batubara Jepang mencapai 132 juta ton per tahun. Dengan matinya beberapa pembangkit nuklir, permintaan batubara untuk Jepang dan Eropa diperkirakan tetap konstan. Tidak akan terjadi penurunan drastis permintaan batubara dari Jepang," kata Irwandy.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News