Selamat datang equity crowdfunding berbasis TI



Membaca judul artikel ini mungkin ada yang bertanya apa sih equity crowdfunding? Kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia juga masih terdengar asing, yaitu layanan urun dana.

Definisi lebih komplet tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 37/POJK.04/2018. Aturan ini menjelaskan bahwa Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi selanjutnya disebut Layanan Urun Dana adalah penyelenggaraan layanan penawaran saham yang dilakukan penerbit (perusahaan yang raising fund) untuk menjual saham secara langsung ke pemodal melalui jaringan sistem elektronik yang terbuka.

Sederhananya, suatu perusahaan penerbit bisa menjual sahamnya kepada masyarakat via on-line dan tanpa dibantu oleh penjamin emisi efek. Perusahaan on-line yang menjual saham ini disebut penyelenggara layanan urun dana atau disingkat penyelenggara.


Sebagai gambaran, peer to peer lending (P2PL) berusaha mempertemukan peminjam dengan pihak yang membutuhkan dana. Per 5 April 2019, ada 106 fintech lending yang terdaftar di OJK.

Namun hingga saat ini belum ada satu pun perusahaan equity crowdfunding berbasis TI yang terdaftar di OJK ataupun mendapatkan izin usaha dari OJK. Jadi, dari sisi persaingan usaha, kemungkinan besar relatif lebih longgar dibanding P2PL. Menarik bukan?

Daya tarik penyelenggara layanan urun dana tak sampai berhenti menjualkan saham perusahaan tanpa penjamin emisi efek dan/atau tanpa melewati prosedur initial public offering (IPO) ke OJK saja. Penyelenggara bisa berfungsi sebagai bursa saham yang memperjualbelikan saham penerbit di pasar secondary.

Ketentuan tersebut tercantum di Pasal 32 Peraturan OJK di atas walaupun dengan batasan perdagangannya antar sesama pemodal yang terdaftar pada penyelenggara. Sebetulnya ini mirip dengan investor saham yang wajib buka rekening di suatu perusahaan efek.

Mungkin timbul pertanyaan, kalau penyelenggara menawarkan melalui on-line berarti yang melihat penawaran tersebut bisa lebih dari 100 pihak dan berpotensi dibeli oleh lebih dari 50 pihak sehingga masuk ke ranah Penawaran Umum yang harus izin ke OJK.

Nah, pasal 5 menjelaskan, penawaran saham oleh penerbit melalui layanan urun dana bukan merupakan penawaran umum sebagaimana dimaksud UU Nomor 8/1995 tentang Pasar Modal. Asalkan, pertama, penawaran saham melalui penyelenggara yang telah memperoleh izin OJK. Kedua, penawaran saham dilakukan dalam jangka waktu paling lama 12 bulan. Ketiga, total dana yang dihimpun maksimal Rp 10 miliar.

Poin terakhir inilah mungkin yang menjadikan concern dari penyelenggara karena nominal raising fund relatif terbatas. Tapi, pada ayat berikutnya masih membuka kesempatan OJK mengubah jumlah tersebut melalui Surat Edaran OJK.

Syarat penerbit yang akan raising fund hanya dapat menawarkan saham melalui satu penyelenggara dalam waktu yang bersamaan. Penerbit juga bukan perusahaan publik dengan jumlah pemegang saham tidak lebih dari 300 pihak dan jumlah modal disetornya tak lebih dari Rp 30 miliar.

Ini membuka kesempatan lebar bagi perusahaan start-up yang ingin berkembang tapi kekurangan dana atau sebagai persiapan sebelum IPO di bursa efek. Namun tak tertutup kemungkinan bagi perusahaan yang sudah berjalan lama dan matang untuk berpartisipasi. Misalnya karena pemiliknya tak memiliki ahli waris yang meneruskan usahanya atau mau keluar dari bisnis atau untuk pengembangan usaha.

Saat penerbit menawarkan sahamnya yang dilakukan paling lama 60 hari masa penawaran, dia dapat menetapkan jumlah minimum dana yang harus diperoleh. Dia juga wajib mengungkapkan rencana penggunaan dana atau sumber dana lain untuk melaksanakan rencana penggunaan dana.

Jika jumlah minimum dana tidak terpenuhi, penawaran saham batal demi hukum dan Penyelenggara mengembalikan dana beserta seluruh manfaat yang timbul dari dana tersebut selama dalam escrow account secara proporsional kepada pemodal paling lambat dua hari kerja setelah penawaran saham batal demi hukum.

Penerbit dapat membatalkan penawaran saham sebelum berakhirnya masa penawaran saham dengan membayar denda sejumlah yang ditetapkan dalam perjanjian penyelenggaraan. Pasal 28 aturan tersebut tidak menjelaskan bagaimana bila penyelenggara yang membatalkan penawaran.

Masih terkait pembatalan, Pemodal juga dapat membatalkan rencana pembelian saham paling lambat 48 jam setelah melakukan pembelian saham dan penyelenggara wajib mengembalikan dana kepada pemodal paling lambat dua hari kerja setelah pembatalan.

Dari sisi pemodal, ternyata tidak semua orang bisa membeli saham via layanan urun dana karena dibatasi hanya yang memiliki kemampuan analisis risiko terhadap saham penerbit. Juga ada pembatasan jumlah pembelian saham sesuai penghasilan pemodal hingga Rp 500 juta per tahun.

Pemodal dapat membeli paling banyak 5% dari penghasilan per tahun alias maksimal Rp 25 juta saja. Selain itu, penghasilan lebih dari Rp 500 juta per tahun dapat membeli maksimal 10% dari penghasilan per tahun.

Namun batasan penghasilan ini tidak berlaku bila pemodal merupakan badan hukum dan pihak yang mempunyai pengalaman berinvestasi di pasar modal yang dibuktikan dengan kepemilikan rekening efek paling sedikit dua tahun sebelum penawaran saham.

POJK No 37/POJK.04/2018 menunjukkan dukungan dan kesigapan OJK untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan finansial berbasis TI. Aturan ini juga menyiapkan kita untuk berkompetisi dengan negara lain. Sejauh ini telah ada delapan perusahaan yang mengantre mendapatkan izin usaha. Permasalahan dan pertanyaannya adalah, Indonesia, are you ready with equity crowdfunding right now?♦

Parto Kawito Direktur PT Infovesta Utama

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi