JAKARTA. Kenaikan harga baja tidak bisa dihindari karena dipicu perkembangan kurs serta membaiknya ekonomi di Amerika Serikat. Sebagai produsen terbesar dunia, AS mulai menaikan harga jualnya pada awal 2014 ini. "Karena hampir 80 persen komponen industri baja dihitung dalam Dolar AS, mulai bahan baku seperti billet dan scrab sampai gas," kata Irvan Kamal Hakim, Presiden Direktur PT Krakatau Steel Tbk, Senin (20/1). Irvan menjelaskan, tidak hanya menaikkan produk baja dan baja semi finish harga bahan baku seperti bijih besi (iron ore) dan scrab di AS juga ikut naik. Hal ini otomatis berpengaruh terhadap produsen baja di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan perkembangan harga baja di AS, diperkirakan saat ini produsen baja di negara lain akan menyesuaikan harga jualnya pada Maret, April, bahkan berlanjut pada Mei 2014 nanti. Irvan memperkirakan untuk pasar Indonesia paling lambat pada Juli 2014 sudah harus dilakukan penyesuaian sehingga pembeli sudah mulai dapat mengambil keputusan pada awal 2014. "Diperkirakan harga besi dan baja terutama impor pada Maret 2014 sudah mulai naik, “ kata Irvan. Saat ini selisih harga besi dan baja di AS dengan Asia US$ 30 - 40 lebih mahal di AS. Sementara selisih dengan harga lama di AS mencapai US$ 125. Mengenai besaran kenaikan, lanjut Irvan, kenaikan akan terjadi selisih dua bulan dengan kenaikan di luar negeri sebesar 12-15% atau naik sekitar US$ 46-60 per ton setara dengan Rp 500 sampai Rp 750 per kilogram sebelum PPN. Menurut Irvan, kenaikan ini berdasarkan pengalaman tahun lalu. Berdasarkan data The Steel Index, World Steel News pada 14-16 Januari 2014 menyebutkan, Rusia dan Ukraina dilaporkan telah memproduksi slab dengan harga kontrak US$ 490 sampai US$ 500 per ton FOB untuk pengiriman Januari-Februari ke beberapa negara. Angka itu naik sekitar US$ 25 per ton dari harga sebelumnya di bulan November-Desember 2013. Adapun harga slab impor untuk pasar Asia Tenggara akan ditawarkan sekitar US$ 540-550 per ton CFR, melonjak cukup jauh dari harga kontrak di bulan Desember 2013 yang hanya sekitar US$ 510 per ton CFR. Sementara itu, Eksekutif IISIA (the Indonesian Iron and Steel Industry Association) Hidayat Triseputro mengatakan, harga besi dan baja di dalam negeri harus segera naik terkait dengan masih melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. "Material bahan baku industri besi dan baja di dalam negeri sebagian besar harus impor seperti billet dan slab yang berarti rentan terhadap perubahan nilai tukar," kata Hidayat. (Latief)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Selambat-lambatnya Juli, harga baja akan naik
JAKARTA. Kenaikan harga baja tidak bisa dihindari karena dipicu perkembangan kurs serta membaiknya ekonomi di Amerika Serikat. Sebagai produsen terbesar dunia, AS mulai menaikan harga jualnya pada awal 2014 ini. "Karena hampir 80 persen komponen industri baja dihitung dalam Dolar AS, mulai bahan baku seperti billet dan scrab sampai gas," kata Irvan Kamal Hakim, Presiden Direktur PT Krakatau Steel Tbk, Senin (20/1). Irvan menjelaskan, tidak hanya menaikkan produk baja dan baja semi finish harga bahan baku seperti bijih besi (iron ore) dan scrab di AS juga ikut naik. Hal ini otomatis berpengaruh terhadap produsen baja di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan perkembangan harga baja di AS, diperkirakan saat ini produsen baja di negara lain akan menyesuaikan harga jualnya pada Maret, April, bahkan berlanjut pada Mei 2014 nanti. Irvan memperkirakan untuk pasar Indonesia paling lambat pada Juli 2014 sudah harus dilakukan penyesuaian sehingga pembeli sudah mulai dapat mengambil keputusan pada awal 2014. "Diperkirakan harga besi dan baja terutama impor pada Maret 2014 sudah mulai naik, “ kata Irvan. Saat ini selisih harga besi dan baja di AS dengan Asia US$ 30 - 40 lebih mahal di AS. Sementara selisih dengan harga lama di AS mencapai US$ 125. Mengenai besaran kenaikan, lanjut Irvan, kenaikan akan terjadi selisih dua bulan dengan kenaikan di luar negeri sebesar 12-15% atau naik sekitar US$ 46-60 per ton setara dengan Rp 500 sampai Rp 750 per kilogram sebelum PPN. Menurut Irvan, kenaikan ini berdasarkan pengalaman tahun lalu. Berdasarkan data The Steel Index, World Steel News pada 14-16 Januari 2014 menyebutkan, Rusia dan Ukraina dilaporkan telah memproduksi slab dengan harga kontrak US$ 490 sampai US$ 500 per ton FOB untuk pengiriman Januari-Februari ke beberapa negara. Angka itu naik sekitar US$ 25 per ton dari harga sebelumnya di bulan November-Desember 2013. Adapun harga slab impor untuk pasar Asia Tenggara akan ditawarkan sekitar US$ 540-550 per ton CFR, melonjak cukup jauh dari harga kontrak di bulan Desember 2013 yang hanya sekitar US$ 510 per ton CFR. Sementara itu, Eksekutif IISIA (the Indonesian Iron and Steel Industry Association) Hidayat Triseputro mengatakan, harga besi dan baja di dalam negeri harus segera naik terkait dengan masih melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. "Material bahan baku industri besi dan baja di dalam negeri sebagian besar harus impor seperti billet dan slab yang berarti rentan terhadap perubahan nilai tukar," kata Hidayat. (Latief)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News