JAKARTA. Rupiah melemah terhadap dollar AS pada penutupan perdagangan Senin (9/2). Di pasar spot, rupiah terkoreksi 0,25% ke level Rp 12.653 per dollar AS. Sementara kurs tengah Bank Indonesia (BI) menunjukkan rupiah terkoreksi 0,52% menjadi Rp 12.679 per dollar AS. Analis PT Bank Himpunan Saudara Tbk, Rully Nova mengatakan, koreksi rupiah disebabkan oleh rilis data tenaga kerja non-pertanian (non-farm payroll), salah satu indikator penting ekonomi AS yang lebih baik dari perkiraan. Data non-farm payroll mingguan AS naik menjadi 257.000, melebihi perkiraan awal yang sebesar 228.000. Dengan demikian, dalam dua periode terakhir, non-farm payroll AS sudah naik sekitar 147.000.
Positifnya data ini mendongkrak keyakinan investor bahwa Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), bakal menaikkan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Selepas rapat rutin komite federal (FOMC) bulan lalu, The Fed memang sudah memberikan sinyal bahwa pertumbuhan ekonomi AS mulai stabil terlihat dari sisi ketenagakerjaan. "Karena terus membaiknya data ekonomi AS, investor memilih menaruh investasi di dollar AS yang merupakan safe haven currency," terang Rully. Hari ini, Rully menilai rupiah masih akan melanjutkan pelemahannya. Sebab, permintaan terhadap dollar AS oleh pelaku pasar masih tinggi. Hal ini lantaran ketidakpastian di Eropa. Penolakan Yunani untuk memperpanjang skema dana talangan (bailout) yang tentu saja menghadirkan kecemasan bahwa negara itu bakal keluar dari Zona Euro. Suluh Adil Wicaksono, analis PT Millenium Penata Futures menuturkan, positifnya data dalam negeri tidak cukup kuat mengerek rupiah. Untuk diketahui, cadangan devisa Bank Indonesia yang di rilis pada Jumat (6/2) naik menjadi US$ 114,25 miliar. Namun, data yang dirilis bersamaan dengan non farm payroll ini ternyata tidak di respons pelaku pasar.