Selasa, pemerintah lelang sukuk Rp 1 triliun



JAKARTA. Pemerintah kembali melelang surat utang baru. Pada Selasa (5/10) nanti, pemerintah akan melelang Surat Berharga Syariah Negara alias Sukuk Negara dengan target indikatif sebesar Rp 1 triliun.

Ada lima seri SBSN yang akan mereka lelang. Diantaranya, IFR0003, IFR0005, IFR0006, IFR0007 dan IFR0008. Kelima sukuk negara ini adalah sukuk dengan seri lama yang dilelang kembali.

Para analis menilai sukuk negara adalah obligasi yang tidak terlalu likuid namun permintaannya yang cukup besar. Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih memperkirakan, permintaan akan datang dari dana pensiun. Pasalnya, ada beberapa dana pensiun yang sudah terlanjur menjual portofolio mereka namun sulit mendapatkan barang baru.


Tak hanya dari dana pensiun. Lana juga melihat investor asing masih terus memburu Surat Utang yang dikeluarkan pemerintah Indonesia. Dia beralasan belum ada aset dasar lainnya yang bisa memberikan keuntungan lebih.

Karena itu, Lana menduga permintaan pada lelang Sukuk Negara kali ini bisa kelebihan permintaan. "Saya rasa masih bisa oversubscribed sampai 3 kali," terang dia.Bahkan Lana bilang, investor tidak akan mempermasalahkan tenor tapi lebih pada imbal hasil yang diberikan. “Kalau bisa memberikan imbal hasil besar maka para investor masih akan terus memburu,” tegasnya.

Tapi Helmi Therik, analis obligasi AAA Securities mengatakan, permintaan sukuk negara memang tidak akan sebanyak dari permintaan ke Surat Utang Negara (SUN). Sebab selain tidak terlalu likuid, dia mengatakan investor akan minta yield yang jauh lebih besar.

Maklum, Helmi mengatakan pemerintah masih menginginkan biaya yang dikeluarkan tidak terlalu besar. Kalaupun banyak investor yang melakukan penawaran, dia meramalkan pemerintah tidak akan mengambil dalam jumlah besar.

Apalagi harga obligasi saat ini sudah cukup tinggi. Sehingga Helmi yakin permintaan investor tidak akan terlalu banyak. "Permintaan paling banyak masih akan di tenor lima tahun, tuju tahun dan 10 tahun," paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can