Seleksi calon pimpinan KPK dibuka, ini kriteria ideal versi koalisi sipil antikorupsi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pendaftaran calon Pimpinan KPK untuk masa bakti 2019-2023 resmi dibuka pada 17 Juni 2019. Setidaknya ada sembilan kriteria ideal yang harusnya dimiliki oleh para pendaftar calon pimpinan KPK menurut versi Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI FHUI), Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Transparency International Indonesia (TII), Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH Jakarta).

Dari sembilan kriteria itu, pertama, mempunyai visi terkait dengan pencegahan dan pemberantasan korupsi. Sebab, dalam memahami pemberantasan korupsi tidak hanya terbatas pada pemidanaan penjara, tetapi ke depan pimpinan KPK harus juga berfokus pada isu pemulihan kerugian negara.

Selain itu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 UU KPK, isu pencegahan serta koordinasi dan supervisi pada instansi terkait tentu harus dipahami oleh pimpinan KPK ke depan. Misalnya untuk isu pencegahan semestinya bisa lebih diarahkan pada pembangunan holistik budaya anti korupsi agar tidak hanya kegiatan-kegiatan yang sulit dipastikan keberlanjutannya.


Hal lain lagi terkait dengan diterbitkannya Peraturan Presiden No 54 Tahun 2018 yang mengatur tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. KPK diharapkan bisa memaksimalkan mandat yang telah diberikan melalui tim ini dengan melakukan intervensi terhadap pelaksanaan aksi dan menghilangkan pola pelaporan yang selama ini cenderung prosedural menjadi pelaporan yang substansial.

"Oleh karena itu, penting bagi pansel mengutamakan calon komisioner yang mengenal dan memahami instrumen terkait Tim Nasional Pencegahan Korupsi," kata Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, dalam keterangan tertulisnya, Senin (17/6).

Kedua, memiliki pemahaman penanganan perkara korupsi. Salah satu aspek yang dominan diperhatikan publik sebagai tolak ukur penilaian KPK adalah bidang penindakan. 

Menurut Kurnia, pimpinan KPK ke depan mesti memahami lebih dalam terkait dengan hukum agar langkah-langkah yang diambil menjadi tepat guna dalam rangka keberlanjutan penanganan perkara korupsi. Hal ini juga untuk mempercepat penyelesaian berbagai tunggakan perkara di lembaga anti rasuah itu.

Selain itu, penanganan kasus juga diharapkan konsisten. Beberapa penelitian menemukan masih terdapat inkonsistensi pada putusan kasus-kasus korupsi. Konsistensi menjadi penting dalam upaya menghadirkan kepastian hukum yang kerap kali hanya dilihat pada proses awal penanganan kasus saja.

"Oleh karena itu, KPK tidak hanya harus kuat dalam strategi penanganan kasusnya, tetapi juga harus dapat mensistematisasi kinerja penuntutannya guna menutup celah hukum yang dapat digunakan para koruptor agar lepas dari jerat hukuman yang setimpal," kata peneliti MaPPI FH UI, Rizaldi.

Ketiga, memiliki kemampuan manajerial dan pengelolaan sumber daya manusia. Sebab, "Tak jarang konflik di internal KPK terjadi, maka dari itu Pimpinan KPK mendatang mesti mempunyai pengetahuan serta kemampuan untuk memastikan internal lembaga anti korupsi tersebut solid serta terlepas dari kepentingan apapun," ucap peneliti LBH Pers Gading.

Keempat, tidak mempunyai konflik kepentingan dengan kerja-kerja KPK karena tentunya masyarakat tidak berharap Pimpinan KPK ke depan justru memanfaatkan situasi tertentu untuk kepentingan individu semata.

"Karena bagaimanapun menjadi sesuatu yang penting untuk tetap menjaga nilai objektivitas untuk para komisioner KPK mendatang," ungkap peneliti Perludem Fadli.

Kelima, terlepas dari kepentingan dan afiliasi dengan partai politik tertentu. Poin ini harus dijadikan catatan penting, karena bagaimanapun jika komisioner KPK mendatang berasal dari warna partai tertentu dikhawatirkan meruntuhkan nilai independensi dari lembaga anti rasuah itu.

"Lagipula, isu penegakan hukum tidak mungkin akan berjalan dengan baik jika dicampuradukkan dengan isu politik," ujar peneliti YLBHI Isnur.

Keenam, memiliki kemampuan komunikasi publik dan antar lembaga yang baik. Selain itu kemampuan komunikasi antar lembaga juga mesti dimiliki oleh pimpinan KPK mendatang. 

Lebih lanjut, kepercayaan dan dukungan publik merupakan salah satu elemen penting yang menjadi pendukung kinerja KPK. Publik tentunya mengapresiasi KPK yang terbuka dan partisipatif. 

"Hal tersebut perlu dipertahankan dengan memastikan Komisioner KPK terpilih harus memiliki komitmen yang tegas dalam hal keterbukaan informasi dan membuka luas partisipasi publik dalam kerja-kerja anti korupsi," ucap peneliti TII Fajrin.

Ketujuh, tidak pernah terkena sanksi hukum maupun etik pada masa lalu. 

Kedelapan, memiliki keberanian untuk menolak segala upaya pelemahan institusi KPK. 

Kesembilan, mempunyai profil dan karakter sesuai dengan nilai dasar dan pedoman perilaku KPK. Hal ini diatur secara spesifik dalam Peraturan KPK No 07 Tahun 2013 tentang Nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam aturan ini tertera berbagai nilai yang semestinya dimiliki oleh Pimpinan KPK, misalnya: integritas, keadilan, dan profesionalisme dalam menjalankan tugas.

Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi melihat sembilan poin tersebut harus menjadi pegangan bagi tiap-tiap orang yang ingin mendaftar sebagai pimpinan KPK. 

Selain itu, keseluruhan kriteria tersebut dapat juga dijadikan pegangan bagi Panitia Seleksi agar dapat lebih memetakan figur-figur terbaik yang nantinya akan diberikan kepada presiden.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi