KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi RON 92, Pertamax, dalam beberapa waktu terakhir kian menimbulkan disparitas harga dengan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite. Pengamat ekonomi energi UGM Fahmy Radhi menilai disparitas harga BBM yang kian melebar berpotensi menimbulkan migrasi konsumen ke Pertalite. "Tidak bisa dihindari jumlah yang migrasi dari Pertalite akan semakin membesar. Kalau tidak dibatasi maka sudah pasti akan menjebolkan kuota Pertalite dan ini akan memperbesar subsidi APBN," kata Fahmy kepada Kontan, Rabu (18/10).
Fahmy melanjutkan, sejumlah opsi dapat ditempuh Pemerintah dan Pertamina. Antara lain dengan mengetatkan atau membatasi penjualan Pertalite hingga opsi terakhir yakni menyesuaikan harga Pertalite.
Baca Juga: Khawatir Harga Minyak Makin Mendidih, Pemerintah Siapkan Cadangan Anggaran dan Energi Meski demikian, opsi menaikan harga Pertalite dinilai tidak akan menjadi pilihan utama pemerintah. Menurutnya, keputusan untuk mengerek harga jual BBM Subsidi jelang tahun politik tentu tidak akan diambil oleh pemerintah. Di sisi lain, pemerintah masih mungkin untuk mendorong pengetatan penjualan Pertalite. Salah satunya dengan membatasi jenis kendaraan yang dapat mengkonsumsi Pertalite. "Pertalite hanya dijual untuk kendaraan roda dua, angkutan barang dan angkutan orang," imbuh Fahmy. Dalam pantauan Kontan di dua SPBU Pertamina, animo masyarakat dalam membeli Pertalite masih cukup tinggi. Pada pantauan Rabu (18/10) sore di SPBU 31.103.03 Pertamina Cikini, jumlah antrean pada pembelian produk Pertalite mendominasi baik untuk roda dua maupun roda empat. Kondisi sedikit berbeda terjadi untuk produk Pertamax. Tercatat, antrean roda dua mencapai 18-20 motor, sementara untuk roda empat mencapai 7-8 mobil. Kondisi tak jauh berbeda terjadi di SPBU 3413104 Matraman dimana antrean kendaraan juga didominasi pengisian BBM jenis Pertalite.
Baca Juga: Kebutuhan Minyak Meningkat, Neraca Perdagangan Diperkirakan Defisit di Akhir Tahun Asal tahu saja, harga Pertamax per 1 Oktober 2023 mencapai Rp 14.000 per liter. Artinya, terdapat selisih sebesar Rp 4.000 dengan Pertalite yang dibanderol sebesar Rp 10.000 per liter. Pemerintah menetapkan kuota Pertalite tahun 2023 sebesar 32,56 juta kiloliter (kl). Menurut hitungan Pertamina, hingga akhir tahun nanti konsumsi Pertalite diprediksi mencapai 30,83 juta kl. Meski demikian, prognosa konsumsi pada tahun ini masih lebih tinggi ketimbang realisasi tahun 2022 yang sebesar 29,34 juta kl. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat