JAKARTA. Menyusul Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg soal penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari deforestasi dan degradasi hutan, di Oslo, Norwegia, pekan lalu, Kementerian Kehutanan mengidentifikasi kawasan hutan yang tidak akan dikonversi. Menurut Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan (BPK) Kemenhut Hadi Daryanto, pihaknya mengidentifikasi kawasan hutan seluas 104,8 juta hektar yang tidak akan diterbitkan izin untuk kegiatan pengelolaan usaha sektor kehutanan, perkebunan dan pertambangan. “Kami tidak akan mengeluarkan izin di kawasan ini, baik untuk pengembangan hutan tanaman industri (HTI) maupun kegiatan perkebunan dan pertambangan hingga 2013,” ujar Hadi di Kantornya, Senin (31/5). Luas areal hutan yang akan dipertahankan dari kegiatan usaha itu, di antaranya hutan kawasan gambut seluas 21.07 juta hektar dan hutan alam yang terdiri dari hutan primer 43 juta hektar dan hutan sekunder 48,5 juta hektar yang sebarannya di seluruh Indonesia, mulai dari Sumatera, Kalimantan, hingga Papua. Izin baru hanya akan diterbitkan di kawasan hutan yang kritis saja. “Hanya kawasan hutan yang dinilai kritis seluas 40 juta ha yang akan dikeluarkan izinnya,” terang Hadi. Penetapan terhadap kawasan hutan yang diharamkan ini bakal dimuat dalam Keputusan Presiden yang saat ini sedang digarap oleh pemerintah. Berdasarkan LoI, pembuatan dan pengesahan kebijakan ini bakal dimulai Juni 2010 hingga Desember 2010. “Kemungkinan besar dalam bentuk Keppres karena lebih kuat ketimbang Perpres. Tapi, persisnya masih akan dibahas lagi,”ujar Hadi Daryanto. Menurut Hadi, Sejak 2007 hingga sekarang, ada 260 perusahaan yang mengajukan permohonan HTI seluas 10,4 juta hektar. 149 diantaranya ditolak karena sebagian besar izin yang dimohonkan berada di kawasan hutan primer dan sebagian lagi belum memperoleh izin amdal. “Sisanya, 9 unit masih dalam tahap Surat Persetujuan Prinsip SP2 seluas 360 ribu hektar masih dibuatkan working areanya. 34 unit SP1 seluas 1,5 juta hektar dalam tahap dicadangkan dan dibuat Amdalnya. Sedangkan 22 unit sedang dalam proses penilaian permohonan seluas 910,7 ribu hektar,” katanya. Sedangkan bagi 30 unit perusahaan yang telah memperoleh izin definitif untuk mengelola luas areal 1,34 juta hektar, Hadi bilang Menteri bakal mengeluarkan aturan khusus. Isinya akan mengatur, Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). “Perusahaan yang telah memperoleh izin definitif akan diwajibkan melakukan tebang pilih. Jadi yang dikeluarkan tidak dibatalkan, tapi mereka tidak bisa seenaknya melakukan tebang habis hutan.” Ungkapnya. Deadline aturan ini pun akan mengikuti fase dalam LoI, yaitu paling lambat Desember 2010. Kebijakan pemerintah yang tidak memperbolehkan konversi kawasan hutan dan lahan gambut ini merupakan hasil LoI di Oslo, Norwegia, pekan lalu. Sebagai kompensasinya, jika dinilai berhasil, pemerintah Indonesia akan memperoleh kompensasi sebesar EUR 1 miliar dari Norwegia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Seluas 104,8 juta Ha Hutan Tak akan Dikonversi
JAKARTA. Menyusul Letter of Intent (LoI) yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg soal penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari deforestasi dan degradasi hutan, di Oslo, Norwegia, pekan lalu, Kementerian Kehutanan mengidentifikasi kawasan hutan yang tidak akan dikonversi. Menurut Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan (BPK) Kemenhut Hadi Daryanto, pihaknya mengidentifikasi kawasan hutan seluas 104,8 juta hektar yang tidak akan diterbitkan izin untuk kegiatan pengelolaan usaha sektor kehutanan, perkebunan dan pertambangan. “Kami tidak akan mengeluarkan izin di kawasan ini, baik untuk pengembangan hutan tanaman industri (HTI) maupun kegiatan perkebunan dan pertambangan hingga 2013,” ujar Hadi di Kantornya, Senin (31/5). Luas areal hutan yang akan dipertahankan dari kegiatan usaha itu, di antaranya hutan kawasan gambut seluas 21.07 juta hektar dan hutan alam yang terdiri dari hutan primer 43 juta hektar dan hutan sekunder 48,5 juta hektar yang sebarannya di seluruh Indonesia, mulai dari Sumatera, Kalimantan, hingga Papua. Izin baru hanya akan diterbitkan di kawasan hutan yang kritis saja. “Hanya kawasan hutan yang dinilai kritis seluas 40 juta ha yang akan dikeluarkan izinnya,” terang Hadi. Penetapan terhadap kawasan hutan yang diharamkan ini bakal dimuat dalam Keputusan Presiden yang saat ini sedang digarap oleh pemerintah. Berdasarkan LoI, pembuatan dan pengesahan kebijakan ini bakal dimulai Juni 2010 hingga Desember 2010. “Kemungkinan besar dalam bentuk Keppres karena lebih kuat ketimbang Perpres. Tapi, persisnya masih akan dibahas lagi,”ujar Hadi Daryanto. Menurut Hadi, Sejak 2007 hingga sekarang, ada 260 perusahaan yang mengajukan permohonan HTI seluas 10,4 juta hektar. 149 diantaranya ditolak karena sebagian besar izin yang dimohonkan berada di kawasan hutan primer dan sebagian lagi belum memperoleh izin amdal. “Sisanya, 9 unit masih dalam tahap Surat Persetujuan Prinsip SP2 seluas 360 ribu hektar masih dibuatkan working areanya. 34 unit SP1 seluas 1,5 juta hektar dalam tahap dicadangkan dan dibuat Amdalnya. Sedangkan 22 unit sedang dalam proses penilaian permohonan seluas 910,7 ribu hektar,” katanya. Sedangkan bagi 30 unit perusahaan yang telah memperoleh izin definitif untuk mengelola luas areal 1,34 juta hektar, Hadi bilang Menteri bakal mengeluarkan aturan khusus. Isinya akan mengatur, Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). “Perusahaan yang telah memperoleh izin definitif akan diwajibkan melakukan tebang pilih. Jadi yang dikeluarkan tidak dibatalkan, tapi mereka tidak bisa seenaknya melakukan tebang habis hutan.” Ungkapnya. Deadline aturan ini pun akan mengikuti fase dalam LoI, yaitu paling lambat Desember 2010. Kebijakan pemerintah yang tidak memperbolehkan konversi kawasan hutan dan lahan gambut ini merupakan hasil LoI di Oslo, Norwegia, pekan lalu. Sebagai kompensasinya, jika dinilai berhasil, pemerintah Indonesia akan memperoleh kompensasi sebesar EUR 1 miliar dari Norwegia.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News