Seluk-beluk investasi properti baru bernama DIRE



JAKARTA. Lima tahun setelah beleid terbit, akhirnya ada juga manajer investasi yang mengeluarkan DIRE di dalam negeri. DIRE buatan Ciptadana Asset Management yang meluncur Senin (12/1) lalu memilih mal sebagai aset dasar. Tapi bagaimana prospek investasi produk perdana ini?

Sebelum mengulas lebih jauh tentang produk Ciptadana tersebut, ada baiknya kita memahami apa itu DIRE. Pengamat pasar modal Rudiyanto menjelaskan, DIRE merupakan kontrak investasi kolektif (KIK) mirip reksadana. DIRE juga menggunakan istilah nilai aktiva bersih (NAB). Namun, nilainya bukan Rp 1.000 seperti reksadana, melainkan Rp 100 per unit.

Patut dicatat, DIRE khusus menempatkan dana pada aset dasar berupa properti. “Melalui produk DIRE, investor bisa memiliki properti fisik tanpa harus membeli secara langsung,” terang Rudi.


Research Analyst Infovesta Utama Praska Putrantyo menambahkan, investor DIRE berpeluang mengantongi keuntungan dari imbal hasil (yield) dan kenaikan harga investasi (capital gain). Hanya saja, jika imbal hasil properti riil berupa uang sewa, imbal hasil DIRE didapat dari pembagian dividen yang dijanjikan perusahaan penerbit DIRE. Dividen ini didapat dari laba bersih yang sudah dikurangi pajak.

Dari sisi jual-beli ada dua macam DIRE. Jika DIRE belum dicatatkan di bursa, jual-beli hanya terjadi antara investor dengan pihak manajer investasi (MI). Namun, jika sudah dicatatkan di bursa, jual-beli tergantung pada mekanisme pasar. Kalau Anda tahu exchange-traded fund (ETF), maka DIRE akan menjadi mirip seperti ETF tersebut.

Beleid yang mengatur tentang DIRE tertuang dalam empat peraturan yang dikeluarkan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), yakni Peraturan Nomor IX.C15, IX.C.16, IX.M.1 dan IX.M.2. Peraturan ini sudah muncul sejak 2007.

DIRE Ciptadana

Meski sudah terbit sejak lima tahun yang lalu, Ciptadana boleh berbangga karena menjadi yang pertama dan satu-satunya menerbitkan DIRE di dalam negeri.  Direktur Utama PT Ciptadana Asset Management Ma Wei Tong menjelaskan, DIRE Ciptadana bakal fokus mengelola aset properti berjenis ritel. Ia beralasan, prospek industri ritel di Tanah Air akan berkembang pesat seiring pertumbuhan perekonomian Indonesia yang kokoh dan daya beli domestik yang stabil.

Sebagai tahap awal, DIRE Ciptadana akan mengakuisisi 100% pusat perbelanjaan Solo Grand Mall (SGM) sebagai aset dasar. Direktur Pemasaran

PT Ciptadana Asset Management Paula Rianty Komarudin membeberkan dua alasan pemilihan SGM. Pertama, SGM  yang terletak di jantung Kota Solo bakal memberikan pertumbuhan yang kencang. Ini didukung karakter Kota Solo sebagai kota wisata yang mampu menarik minat turis.

Di akhir April 2012 lalu, trafik jumlah pengunjung rata-rata SGM adalah 16.032 saban hari. Hingga Agustus, laba bersih SGM mencapai Rp 18,3 miliar. Paula memprediksi, akhir 2012, pendapatan SGM bisa sampai Rp 39,9 miliar atau melonjak 56,4% ketimbang tahun 2011 yang sebesar Rp 25,5 miliar.

Kedua, pertumbuhan penduduk kelas menengah yang meningkat pesat jadi motor penggerak bisnis ritel. Ciptadana yakin, ini juga terjadi di Solo.

Melongok website SGM, saat ini, ada sekitar 420 tenants yang mengisi ruangan di dalam bangunan mala itu. Antara lain Matahari Department Store, KFC, Grand 21, dan Pizza Hut.

SGM berdiri di atas lahan seluas 12.080 m². Sedangkan bangunan komersial terdiri dari tujuh lantai dengan total luas 63.000 m². Pendiri mal ini adalah Chandra Tambayong dari Grup Bandung Intigraha yang bekerjasama dengan Willy Herlambang dan ayahnya, Sucipto Herlambang. Willy dan Sucipto adalah pemilik Rumah Makan Adem Ayem asal Solo.

Paula bilang, setelah akuisisi kepemilikan SGM 100%, tidak bakal terjadi perubahan manajemen. SGM dikelola oleh PT Sarana Griya Prasarana Bangun.

Bermodal SGM, Ma Wei Tong memberikan indikasi return DIRE Ciptadana minimal 13% saban tahun. Perinciannya, 8% bisa diraih investor dalam bentuk dividen yang dibagikan secara pro rata dari laba bersih setelah pajak SGM. Sisanya bisa dikantongi investor dari kenaikan harga tanah atau aset SGM yang diproyeksikan bisa mencapai sekitar 5% per tahun.

Catatan saja, berdasarkan aturan Bapepam-LK nomor. IX.M.1, DIRE wajib membagikan keuntungan berupa dividen minimal 90% dari laba bersih setelah pajak. Ciptadana sendiri menjanjikan membagi dividen setiap kuartal.

Perusahaan ini menawarkan  3,8 miliar–4,2 miliar unit penyertaan DIRE. Dengan NAB Rp 100 per unit, berarti Ciptadana berpotensi mengumpulkan dana dari investor Rp 380 miliar–Rp 420 miliar.

Dari potensi raupan dana sebesar itu, Ciptadana mengalokasikan 80% dana untuk membeli aset properti. Salah satunya mengakuisisi SGM senilai Rp 356 miliar. Sisanya sebanyak 20% akan dibelanjakan saham atau obligasi properti.

Mengutip Peraturan Bapepam-LK No. IX.M.1, DIRE wajib mengalokasikan investasinya pada aset properti minimal 50% dari total nilai aktiva bersih (NAB) atau minimal 80% dari NAB pada aset properti dan efek emiten properti. 

Berniat masuk bursa

Meski hasil penawaran belum kelihatan, Ciptadana sudah menyusun rencana untuk produk baru mereka tersebut. Dengan tujuan produk makin mudah diperdagangkan alias likuid, Ciptadana berencana mencatatkan DIRE terbitannya ke bursa pada semester I–2013.

Jika berhasil mencatatkan diri di bursa, Paula bilang, investor akan makin diuntungkan karena berpotensi mendapatkan capital gain. Di samping itu, bagi perusahaan, ada peluang juga untuk menerbitkan saham baru melalui skema rights issue demi mendapat kucuran modal segar.

 Ke depan, “Kami menargetkan bisa menambah aset dengan mengakuisisi satu sampai dua mal di Jabodetabek untuk satu tahun mendatang,” ungkap Paula Rianty Komarudin. Sayang, Paula enggan membeberkan secara detail rencana akuisisi mal tersebut.

Soal likuiditas, Mai Wei Tong menyatakan, investor DIRE Ciptadana bebas melakukan penarikan (redemption). Ada tiga skema yang disiapkan Ciptadana demi proses jual-beli DIRE Ciptadana. Pertama, mengambil dana kas. Dana kas ini diambil dari 20% dari total dana kelolaan DIRE yang diputar di saham atau obligasi berbau properti.

Kedua, Ciptadana bakal mencari investor lain yang akan menjadi pembeli dari unit yang dijual investornya. Ketiga, jika tidak ada investor yang bersedia membeli unit yang dijual tersebut, Ciptadana sendiri yang bakal menjadi pembeli siaga atau standby buyer.  

Namun, sasaran Ciptadana bukan kelas investor receh. Sebab perusahaan ini mematok harga per unit Rp 1 miliar (profil produk, lihat tabel).

Apa yang harus dicermati investor?

Research & Investment Analyst Infovesta Utama Edbert Suryajaya berpendapat, sebagai produk baru, belum ada acuan (benchmark) yang bisa digunakan untuk menilai kinerja DIRE di Tanah Air. Kinerja sektor properti pun tak bisa dengan sederhana menjadi acuan kinerja DIRE. “Trennya mungkin bisa sejalan kinerja industri properti, tapi besar penguatan atau pelemahannya belum tentu sama,” kata Edbert lagi.

Sebagai bentuk investasi, DIRE Ciptadana tak lepas dari risiko.

1. Penempatan mayoritas aset di properti berarti investasi ini berpeluang terpapar risiko besar yang terkait dengan properti. Ini berbeda dengan reksadana yang memungkinkan perubahan portofolio dengan cepat.

2. Bekal satu aset berupa mal di Solo bisa positif tapi bisa juga negatif. Positifnya, jika kinerja mal SGM memang baik, Ciptadana tak akan sulit merealisasikan indikasi return kepada investor. Namun, kalau kinerja mal itu tak baik, investor tak mempunyai harapan lain. Pemilihan  satu mal juga bisa diartikan diversifikasi produk kurang.

3. Terkait kinerja aset, Edbert mempertanyakan laporan kinerja atau yang biasa disebut dengan fund fact sheet dalam reksadana. Menurut dia, jika Ciptadana nantinya memberikan laporan kepada investor, idealnya, isi laporan tak hanya laporan kinerja NAB tapi juga soal kinerja SGM.

4. Tentang rencana menambah aset mal lain. Rencana ini bisa saja strategis tapi bisa juga sebaliknya. Bisa menjadi strategis bila mal yang dipilih memang berkinerja baik. Namun jika yang terjadi sebaliknya, akuisisi mal justru berpotensi menjadi beban bagi kinerja konsolidasi semua aset yang dimiliki DIRE Ciptadana.

Sementara, Rudiyanto memberi saran, jika ingin membeli DIRE, investor wajib mengenali aset yang dipilih. Untuk DIRE Ciptadana, investor wajib mencermati beberapa hal seperti siapa saja tenant yang ada di mal tersebut, berapa biaya sewa, dan pertumbuhannya. Termasuk, harus dicermati berapa besar biaya listrik dan tarif parkir. Sebab, dua hal terakhir tersebut bisa menjadi pengurang pendapatan yang cukup signifikan bagi SGM.

Sebagai produk pertama, Rudiyanto berpendapat, DIRE Ciptadana kemungkinan besar akan menemui kendala dari sisi likuiditas jika dipasarkan di bursa. Rudi mencoba membandingkan dengan ETF yang sudah lebih dulu eksis tapi ternyata pasarnya belum likuid.

Karena itu, cara pandang investor mesti jelas pada saat awal mengambil investasi ini. “Arahnya ini adalah investasi jangka panjang di mana investor berharap untuk mendapatkan pendapatan rutin atau recurring income dari pembagian dividen,” kata Rudi.

Pilihan di tangan Anda. Tertarik membeli DIRE?     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: