Semakin banyak orang dewasa terancam penyakit karena kurang olahraga



KONTAN.CO.ID - DW. Belum ada peningkatan dalam tingkat aktivitas fisik pria dan wanita selama 15 tahun terakhir. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Organisasi Kesehatan Dunia PBB, WHO, yang diterbitkan di jurnal The Lancet Global Health (04/09), pada tahun 2016, lebih dari seperempat orang dewasa di seluruh dunia tidak cukup berolahraga.

Waktu yang disarankan untuk aktivitas fisik sedang adalah 150 menit seminggu. Pada 2016, sekitar 32 persen wanita dan 23 persen pria -tidak mencapai tujuan itu. Ini menempatkan seperempat dari populasi orang dewasa di dunia pada risiko diabetes tipe 2, penyakit kardiovaskular, demensia dan kanker.

Sekitar 1,9 juta orang dari 168 negara berpartisipasi dalam survei berdasarkan tingkat aktivitas yang dilaporkan sendiri. Ini termasuk aktivitas di tempat kerja, rumah, selama waktu luang dan untuk transportasi. Ini adalah studi pertama yang memperkirakan tren global dalam aktivitas fisik.


Negara-negara kaya semakin tidak aktif

Studi yang dilakukan antara 2001 dan 2016 menunjukkan bahwa tingkat ketidakaktifan lebih dari dua kali lebih tinggi di negara-negara kaya dibandingkan negara-negara dengan pendapatan rendah. Di daerah berpenghasilan tinggi bahkan meningkat lima persen.

Negara-negara di garis terdepan dalam aktivitas fisik yang tidak mencukupi termasuk Jerman, Selandia Baru, Amerika Serikat, Inggris, Argentina, dan Brasil. Di AS sekitar 40 persen orang dewasa tidak cukup aktif, di Inggris 36 persen. Secara keseluruhan, tidak aktif di negara-negara Barat meningkat dari 31 persen pada tahun 2001 menjadi 37 persen pada tahun 2016.

Ketidakaktifan yang meroket di negara-negara kaya dapat dijelaskan dengan fakta bahwa banyak orang menjalani kehidupan yang semakin stasioner, di mana pekerjaan dan kegiatan rekreasi menjadi semakin tidak aktif, transportasi telah menjadi bermotor, dan penggunaan teknologi secara umum telah meningkat.

Lebih banyak dukungan untuk wanita

Hal lain yang harus diperhatikan adalah kesenjangan gender dalam aktivitas fisik. Di seluruh dunia, wanita lebih tidak aktif dibanding pria, kecuali untuk Asia Timur dan Tenggara. Negara-negara seperti Bangladesh, Eritrea, India dan Irak mencatat perbedaan dua puluh persen atau lebih dalam tingkat aktivitas fisik antara pria dan wanita.

Para penulis penelitian mencatat bahwa ketidaksetaraan ini harus ditangani secara global, misalnya dengan memberi perempuan akses yang lebih baik ke latihan yang terjangkau, aman dan diterima dalam budaya mereka.

Dapatkah rencana aksi global membantu?

Baru-baru ini, pada bulan Juni 2018, WHO mempublikasikan "Rencana aksi global pada aktivitas fisik 2018-2030" dengan tujuan mencegah dan mengobati penyakit tidak menular, termasuk penyakit jantung, diabetes, stroke, dan kanker, serta obesitas. Ketidakaktifan adalah fokus utama untuk kesehatan masyarakat dan karena itu harus ditangani pada tingkat nasional, ini ditegaskan oleh penulis studi.

Rencana aksi WHO mencantumkan sejumlah bidang kebijakan yang berfokus pada penciptaan masyarakat yang lebih aktif dengan mengembangkan dan meningkatkan ruang publik. Warga harus didorong untuk mengikuti kegiatan seperti bersepeda dan berlari keluar. Oleh karena itu, pemerintah harus mendukung pengembangan dan pemeliharaan infrastruktur yang meningkatkan aktivitas, demikian tertera dalam laporan tersebut.

Tanpa perubahan ini, tren ketidakaktifan akan terus berlanjut dan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang lebih besar. Target aktivitas global WHO adalah penurunan 10% dari ketidakaktifan yang harus dipenuhi pada tahun 2025. Ini tidak akan tercapai tanpa perubahan signifikan.

Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti