KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (KEN) sudah memasuki tahap harmonisasi dari Kementerian Hukum dan HAM. KEN merupakan dokumen strategis yang menjadi dasar pencapaian target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai penetapan target bauran energi terbarukan yang tinggi disertai dengan strategi yang jelas harusnya diakomodasi dalam KEN sehingga menjadi upaya signifikan dalam mewujudkan komitmen pencapaian NZE dan menciptakan pertumbuhan ekonomi 8% sesuai visi kepemimpinan Prabowo-Gibran. Namun, hingga saat ini, draf KEN masih memuat penurunan target bauran energi terbarukan (EBT) dari 23% pada 2025 menjadi 17%-19% dan menargetkan bauran energi terbarukan 70%-72 % pada 2060.
Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Sistem Energi IESR, mengungkapkan seharusnya KEN juga menetapkan target NZE di sektor energi pada 2060 atau lebih cepat. Namun, target KEN masih menyisakan emisi signifikan jika 28%-30% bauran energinya tetap bergantung pada energi fosil.
Baca Juga: Teladan Prima (TLDN) Resmikan Kernel Crushing Plant dan Biogas Power Plant Sementara strategi KEN mengandalkan pemakaian teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture and storage, CCS) untuk mitigasi emisi di pembangkitan, “CCS belum terbukti dapat mencapai 100% mitigasi emisi sesuai desain, ditambah lagi biaya yang masih mahal,” kata dia dalam keterangannya, Selasa (5/11). Sedang peningkatan bauran biofuel masih menyisakan kebutuhan untuk konsumsi BBM di transportasi sebagai sumber emisi dan peningkatan skalanya yang sangat bergantung pada industri kelapa sawit. Deon menambahkan, Investasi transisi energi secara global tumbuh 17% dalam setahun terakhir mencapai US$ 1,8 triliun, dan perlu meningkat sekitar tiga kalinya di tahun 2030 untuk mengejar komitmen menggandakan efisiensi energi dan meningkatkan tiga kali lipat pada 2030 yang disetujui pada COP28 tahun lalu.
Baca Juga: ADIPEC 2024: Tarik Investasi Global di Hulu Migas RI Investasi terbesar mengalir ke pengembangan energi terbarukan terutama PLTS dan PLTB serta kendaraan listrik, masing-masing mencapai lebih dari US$ 600 miliar. “Indonesia punya potensi dan modalitas untuk mengembangkan sektor tersebut, dan seharusnya melihat ini jadi peluang menarik investasi,” ungkap Deon. Dalam Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024, Vivi Yulaswati, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas menyebutkan, pencapaian target NZE berkorelasi dengan upaya Indonesia untuk keluar dari jeratan pendapatan negara menengah. “Indonesia sudah sekitar 30 tahun menyandang status negara berpendapatan menengah. Oleh karena itu, kita dorong visi Indonesia Emas 2045. Untuk itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu tinggi, tapi lebih bersih. Secara kerangka kebijakan energinya juga perlu bertransformasi ke energi terbarukan,” jelas Vivi. Yunus Saefulhak, Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan, Dewan Energi Nasional (DEN) mengatakan, pemutakhiran KEN mempertimbangkan beberapa hal seperti target NDC dan komitmen global untuk mitigasi krisis iklim, serta pertumbuhan ekonomi yang disusun oleh Bappenas.
“Kita membutuhkan permintaan energi yang tinggi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sambil memastikan ketahanan energi kita. Oleh karena itu kita secara bertahap mengurangi ketergantungan pada PLTU batubara dan mencapai puncak emisi pada 2035 sehingga mencapai NZE pada 2060,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dina Hutauruk