KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belum juga kelar revisi penyusunan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPL) 2018–2027 antara PT Perusahaan Listrik Negara bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah memantik kritik. Kritik ini terkait sembilan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang akan dimasukan ke dalam RUPTL 2018-2027. Sembilan proyek PLTU itu tersebar di Jawa Barat–Bali. Proyek-proyek listrik ini dinilai akan menambah cadangan atau
reserve margin listrik di Pulau Jawa-Bali dari 30% saat ini menjadi sekitar 71%.
Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia yang tergabung dalam Koalisi
Break Free Coal Indonesia, Hindun Mulaika menilai, dengan surplus listrik sebesar 71% justru akan memberatkan keuangan PLN. PLN harus tetap membeli listrik yang sudah tersedia dari pengembang swasta atau
Independent Power Producer (IPP). Di sisi lain, sembilan proyek yang sudah PPA itu dari RUPTL 2017-2026 masih menggunakan asumsi pertumbuhan penjualan listrik sekitar 7,2%. Padahal kenyataannya dalam lima tahun terakhir penjualan listrik hanya tumbuh 4,4%. "Jika pemerintah melanjutkan pembangkit baru ini, akan menjadi sebuah masalah besar," terangnya saat Konfrensi Pers, di Hotel Sofyan Betawi, Jakarta, Jumat (19/1). Direktur Utama PLN, Sofyan Basir menegaskan, dalam revisi RUPTL 2018-2027 tidak ada perubahan yang signifikan. "Hanya ada sedikit kapasitas yang dikurangi," ujarnya kepada KONTAN, Jumat (9/1). Hanya sembilan PLTU itu akan tetap berjalan. Menurut Sofyan, RUPTL 2018-2027 ada yang berubah karena perubahan neraca daya. "Kalau bicara itu (sembilan proyek PLTU) jika tiba-tiba PLN bangun banyak, dayanya akan lebih,
demandnya belum menyerap," ujarnya. Hanya Sofyan menegaskan, asumsi pertumbuhan ekonomi dari konsumsi pemakaian listrik sesuai dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). "Kami sesuai permintaan," tandasnya. Juru Bicara Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, Kementerian juga belum bisa memastikan perubahan yang ada dalam RUPTL baru. "RUPTL masih difinalisasi PLN. Nanti kalau sudah, baru ke ESDM," ujarnya ke KONTAN, Jumat (19/1).
Ketua Asosiasi Pembangkit Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Ali Herman Ibrahim bilang, sesuai dengan namanya yakni RUPTL harus sesuai dengan kebijakan jangka panjang pemerintah tentang ketersediaan energi listrik. Pembangunan pembangkit harus tetap dilanjutkan meski dianggap sudah memenuhi kapasitas. Pasalnya, membangun listrik butuh waktu panjang. "Pembangunan PLTU ada karena sesuai dengan kebijakan, terangnya, (19/1). Pemerintah membuat kebijakan mengacu ke
security and sustainability of supply, ketersediaan, efisiensi dan kemampuan serta
environmentally friendly. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto