MAKASSAR. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua Barat mendesak Pemerintah Pusat mempercepat kelahiran sembilan aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Produk turunan itu berupa peraturan pemerintah (PP).Ketua DPRD Papua Barat Jimmy Damianus Itje mengungkapkan, sejak UU Otonomi Khusus Papua terbit delapan tahun lalu, baru satu dari 10 PP yang selesai. Yakni, PP Nomor 54/ 2004 tentang Majelis Rakyat Papua. "Kami bertanya, ada apa PP yang lain tidak kunjung keluar?" katanya usai melakukan pertemuan empat mata dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Makassar, Kamis (10/9).Padahal, kesembilan PP tersebut sangat penting dalam pelaksanaan otonomi khusus di Papua dan Papua Barat. Ambil contoh, peraturan pemerintah yang mengatur kewenangan pengelolaan hak tanah adat, tanah, hingga kekayaan alam.Jimmy bilang, kalau Pemerintah Pusat tak juga menyelesaikan sembilan PP tersebut, satu-satunya jalan tengah adalah melakukan dialog yang melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat Papua dan Papua Barat yang menolak bergabung dengan Indonesia. "Dialog ini juga untuk bertanya tanggung jawab moral atas otonomi khusus yang sudah dilaksanakan," ujar dia.Jimmy menambahkan, sebagian masyarakat Papua dan Papua Barat menilai pelaksanaan otonomi khusus selama delapan tahun terakhir sudah gagal. Cuma, imbuh Jimmy, kegagalan itu tidak serta merta melulu merupakan kesalahan Pemerintah Pusat. Menurut Jimmy, sumber kegagalan juga berasal dari pemimpin Papua dan Papua Barat sendiri. Itu sebabnya, "Perlu ada otokritik ke Papua juga. Ketika ada kesalahan dari Papua, malah tidak ditunjuk batang hidungnya," tegas Jimmy. Empat masalah Papua
Sembilan PP Otonomi Khusus Belum Juga Kelar
MAKASSAR. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Papua Barat mendesak Pemerintah Pusat mempercepat kelahiran sembilan aturan pelaksana dari Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Produk turunan itu berupa peraturan pemerintah (PP).Ketua DPRD Papua Barat Jimmy Damianus Itje mengungkapkan, sejak UU Otonomi Khusus Papua terbit delapan tahun lalu, baru satu dari 10 PP yang selesai. Yakni, PP Nomor 54/ 2004 tentang Majelis Rakyat Papua. "Kami bertanya, ada apa PP yang lain tidak kunjung keluar?" katanya usai melakukan pertemuan empat mata dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Makassar, Kamis (10/9).Padahal, kesembilan PP tersebut sangat penting dalam pelaksanaan otonomi khusus di Papua dan Papua Barat. Ambil contoh, peraturan pemerintah yang mengatur kewenangan pengelolaan hak tanah adat, tanah, hingga kekayaan alam.Jimmy bilang, kalau Pemerintah Pusat tak juga menyelesaikan sembilan PP tersebut, satu-satunya jalan tengah adalah melakukan dialog yang melibatkan semua pihak, termasuk masyarakat Papua dan Papua Barat yang menolak bergabung dengan Indonesia. "Dialog ini juga untuk bertanya tanggung jawab moral atas otonomi khusus yang sudah dilaksanakan," ujar dia.Jimmy menambahkan, sebagian masyarakat Papua dan Papua Barat menilai pelaksanaan otonomi khusus selama delapan tahun terakhir sudah gagal. Cuma, imbuh Jimmy, kegagalan itu tidak serta merta melulu merupakan kesalahan Pemerintah Pusat. Menurut Jimmy, sumber kegagalan juga berasal dari pemimpin Papua dan Papua Barat sendiri. Itu sebabnya, "Perlu ada otokritik ke Papua juga. Ketika ada kesalahan dari Papua, malah tidak ditunjuk batang hidungnya," tegas Jimmy. Empat masalah Papua