KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) untuk mengakuisisi mayoritas saham PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) diharapkan dapat rampung pada Januari 2019. Sekretaris Perusahaan SMGR Agung Wiharto mengatakan bahwa karena saat ini belum resmi melakukan akuisisi, maka pihaknya belum bisa melakukan pelaporan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Agus bilang, dalam Peraturan Pemerintah nomor 57 tahun 2010, dijelaskan bahwa perusahaan wajib melaporkan ke KPPU selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah melakukan akuisisi. "Ibaratnya kami baru tunangan, belum nikah sehingga belum punya kewajiban untuk melaporkan ke pihak terkait," katanya kepada kontan.co.id, beberapa waktu lalu. Lebih lanjut Agung mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya baru sampai kepada tahap Perjanjian Jual Beli Bersyarat dan belum bisa dikatakan sebagai final deal lantaran masih dalam proses negosiasi. Tapi sayangnya ia enggan menjabarkan secara detail soal negosiasi tersebut. "Negosiasinya macam-macam. Tapi secara prinsip tak hambatan dalam proses akuisisi ini. Kami berharap di Januari 2019 sudah bisa lakukan closing dan pembayaran. Setelah itu baru kami lakukan pelaporan ke Bursa dan KPPU. Tunggu saja upadatenya karena pasti akan terdata di sana. Nah dari situ baru akan ketahuan, pelaporannya telah melampaui tenggat waktu yang telah ditetapkan atau tidak," paparnya. Agung lalu mengatakan bahwa merujuk pada Perjanjian Jual Beli Bersyarat yang sudah dilakukan oleh pihaknya dan SMCB, maka ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi. "Nah, kondisi-kondisi ini yang sedang kami negosiasikan. Begitu terpenuhi semuanya, kita akan lakukan pembayaran dan sejak itu Holcim resmi jadi miliki kita," lanjutnya. Sementara itu, pada bulan November 2018 lalu, lembaga Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menempatkan peringkat AA+ kepada SMGR pada credit watch dengan implikasi negatif. Menurut Pefindo, penempatan peringkat itu mencerminkan pandangan terhadap rasio utang SMGR yang akan lebih agresif lantaran rencana akuisisi mayoritas saham SMCB. Menurut rencana, SMGR, melalui anak usahanya PT Semen Indonesia Industri Bangunan, akan mengakuisisi 80,6% kepemilikan saham di produsen semen terbesar ketiga di Indonesia itu dari Holderfin B.V, perusahaan yang dimiliki LafargeHolcim. Nilai transaksi itu diperkirakan mencapai US$ 917 juta atau setara dengan Rp 13 triliun hingga Rp 14 triliun. Semen Indonesia akan membiayai transaksi akuisisi itu menggunakan utang sindikasi dari perbankan. Semen Indonesia dan Semen Indonesia Industri Bangunan telah meneken perjanjian fasilitas pinjaman senilai US$ 1,28 juta atau sekitar Rp 19 triliun. Bank yang tergabung dalam pemberian pinjaman sindikasi itu antara lain BNP Paribas, Deutsche Bank AG, Maybank Kim Eng Securites PTE Ltd, MUFG Bank Ltd dan Standard Chartered Bank. Menurut Pefindo, konsolidasi keuangan Semen Indonesia dengan Holcim Indonesia yang memiliki rasio utang yang tinggi berpotensi meningkatkan risiko leverage keuangan Semen Indonesia. Per 30 September 2019, rasio debt to EBITDA Holcim Indonesia sebesar 8,6 kali. Sementara rasio proforma debt to EBITDA Semen Indonesia pasca akuisisi Holcim diperkirakan akan melebihi 5 kali. Agung pun tak menampik bahwa akuisisi ini membuat rasio utang SMGR menjadi naik. "Kami tidak mempermasalahkan penilaian tersebut. Kami melihat ini sebagai warning yang perlu kita manage. Yang pasti semua bakal terjawab setelah akuisisi terjadi. Apakah penilaian dari Pefindo terbukti benar atau tidak," imbuhnya. Agung bilang, pihaknya hanya berharap akuisisi tersebut dapat berjalan baik sehingga mampu meningkatkan produksi, distribusi dan penjualan semen SMGR. "Bila sinerginya jalan bagus, tentu saja akan membantu memperbaiki kinerja kami ke depan. Dan kami butuh waktu satu tahun untuk menurunkan kembali rasio utang kami. Bila sudah ada pertumbuhan tentu akan terlihat perbaikan dalam laporan keuangan kami sepanjang tahun 2019 nanti. Maka tak menutup kemungkinan bagi Pefindo untuk merevisi penilaiannya atas kami," tukasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Semen Indonesia (SMGR) lapor KPPU setelah akuisisi Holcim beres Januari ini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) untuk mengakuisisi mayoritas saham PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) diharapkan dapat rampung pada Januari 2019. Sekretaris Perusahaan SMGR Agung Wiharto mengatakan bahwa karena saat ini belum resmi melakukan akuisisi, maka pihaknya belum bisa melakukan pelaporan ke Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Agus bilang, dalam Peraturan Pemerintah nomor 57 tahun 2010, dijelaskan bahwa perusahaan wajib melaporkan ke KPPU selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah melakukan akuisisi. "Ibaratnya kami baru tunangan, belum nikah sehingga belum punya kewajiban untuk melaporkan ke pihak terkait," katanya kepada kontan.co.id, beberapa waktu lalu. Lebih lanjut Agung mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya baru sampai kepada tahap Perjanjian Jual Beli Bersyarat dan belum bisa dikatakan sebagai final deal lantaran masih dalam proses negosiasi. Tapi sayangnya ia enggan menjabarkan secara detail soal negosiasi tersebut. "Negosiasinya macam-macam. Tapi secara prinsip tak hambatan dalam proses akuisisi ini. Kami berharap di Januari 2019 sudah bisa lakukan closing dan pembayaran. Setelah itu baru kami lakukan pelaporan ke Bursa dan KPPU. Tunggu saja upadatenya karena pasti akan terdata di sana. Nah dari situ baru akan ketahuan, pelaporannya telah melampaui tenggat waktu yang telah ditetapkan atau tidak," paparnya. Agung lalu mengatakan bahwa merujuk pada Perjanjian Jual Beli Bersyarat yang sudah dilakukan oleh pihaknya dan SMCB, maka ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi. "Nah, kondisi-kondisi ini yang sedang kami negosiasikan. Begitu terpenuhi semuanya, kita akan lakukan pembayaran dan sejak itu Holcim resmi jadi miliki kita," lanjutnya. Sementara itu, pada bulan November 2018 lalu, lembaga Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menempatkan peringkat AA+ kepada SMGR pada credit watch dengan implikasi negatif. Menurut Pefindo, penempatan peringkat itu mencerminkan pandangan terhadap rasio utang SMGR yang akan lebih agresif lantaran rencana akuisisi mayoritas saham SMCB. Menurut rencana, SMGR, melalui anak usahanya PT Semen Indonesia Industri Bangunan, akan mengakuisisi 80,6% kepemilikan saham di produsen semen terbesar ketiga di Indonesia itu dari Holderfin B.V, perusahaan yang dimiliki LafargeHolcim. Nilai transaksi itu diperkirakan mencapai US$ 917 juta atau setara dengan Rp 13 triliun hingga Rp 14 triliun. Semen Indonesia akan membiayai transaksi akuisisi itu menggunakan utang sindikasi dari perbankan. Semen Indonesia dan Semen Indonesia Industri Bangunan telah meneken perjanjian fasilitas pinjaman senilai US$ 1,28 juta atau sekitar Rp 19 triliun. Bank yang tergabung dalam pemberian pinjaman sindikasi itu antara lain BNP Paribas, Deutsche Bank AG, Maybank Kim Eng Securites PTE Ltd, MUFG Bank Ltd dan Standard Chartered Bank. Menurut Pefindo, konsolidasi keuangan Semen Indonesia dengan Holcim Indonesia yang memiliki rasio utang yang tinggi berpotensi meningkatkan risiko leverage keuangan Semen Indonesia. Per 30 September 2019, rasio debt to EBITDA Holcim Indonesia sebesar 8,6 kali. Sementara rasio proforma debt to EBITDA Semen Indonesia pasca akuisisi Holcim diperkirakan akan melebihi 5 kali. Agung pun tak menampik bahwa akuisisi ini membuat rasio utang SMGR menjadi naik. "Kami tidak mempermasalahkan penilaian tersebut. Kami melihat ini sebagai warning yang perlu kita manage. Yang pasti semua bakal terjawab setelah akuisisi terjadi. Apakah penilaian dari Pefindo terbukti benar atau tidak," imbuhnya. Agung bilang, pihaknya hanya berharap akuisisi tersebut dapat berjalan baik sehingga mampu meningkatkan produksi, distribusi dan penjualan semen SMGR. "Bila sinerginya jalan bagus, tentu saja akan membantu memperbaiki kinerja kami ke depan. Dan kami butuh waktu satu tahun untuk menurunkan kembali rasio utang kami. Bila sudah ada pertumbuhan tentu akan terlihat perbaikan dalam laporan keuangan kami sepanjang tahun 2019 nanti. Maka tak menutup kemungkinan bagi Pefindo untuk merevisi penilaiannya atas kami," tukasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News