JAKARTA. Ibarat jerawat yang sudah matang, polemik operasi transportasi umum berbasis aplikasi
online akhirnya pecah juga. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sampai turun tangan dengan mencuitkan pesan di media sosial. "Saya segera panggil Menhub. Ojek dibutuhkan. Jangan karena aturan, rakyat jadi susah. Harusnysa ditata." Demikian cuitan Presiden Jokowi Jumat 18 Desember 2015 pada akun pribadi @Jokowi. Cuitan presiden tersebut menajamkan adanya dua kutub pendapat yang berbeda di tingkat pemerintah sendiri, atas transportasi umum berbasis aplikasi
online. Pasalnya, sehari sebelumnya, Kementerian Perhubungan (Kemhub) justru memutuskan melarang transportasi umum itu beroperasi.
Namun, Kemhub buru-buru meralat keputusannya dengan kembali memperbolehkan operasi transportasi umum berbasis aplikasi
online. "Ojek dan transportasi umum berbasis aplikasi dipersilakan beroperasi sebagai solusi sampai transportasi publik dapat terpenuhi dengan layak," tandas Ignatius Jonan, Menteri Perhubungan, kemarin (18/12). Namun, Jonan tak menjelaskan batas waktu boleh beroperasi tersebut. Hadi Mustofa Djuraid, Staf Khusus Menteri Perhubungan bidang Keterbukaan Informasi Publik, juga tak memberikan jawaban pasti. Dia hanya mencontohkan jika pembangunan transportasi umum seperti
light rail transit (LRT),
mass rapid transit (MRT) dan kereta api bandara tak bisa selesai setahun. Ini artinya, belum ada batas waktu jelas pelarangan operasi transportasi umum berbasis aplikasi
online itu. Yang pasti, acuan Kemhub adalah Undang Undang 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah 74/2014 tentang Angkutan Jalan. Mengacu
beleid tersebut, taksi
online wajib mengantongi izin penyelenggara angkutan. Sementara ojek
online, sejak awal Kemhub tidak memperbolehkan moda transportasi tersebut beroperasi sebagai angkutan umum karena tidak masuk kategori angkutan publik. Jonan bilang, bisa saja pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kelak mengajukan permohonan revisi atas UU 22/2009. Namun, sejauh ini dia masih menunggu arahan presiden. Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Andrianto Djokosoetono melihat, operasi tranportasi umum berbasis aplikasi
online kendaraan roda dua, masih bisa ditinjau lagi dengan membikin payung hukum yang sesuai
Namun Organda bersikukuh menentang penggunaan transportasi umum berbasis aplikasi
online untuk kendaraan roda empat. Mereka membandingkan dengan aturan transportasi umum bagi kendaraan roda empat dan truk yang wajib memiliki izin usaha transportasi serta berpelat kuning. "Kalau aturan ini dilonggarkan, sama saja seperti menghilangkan aturan itu sendiri," kata Andrianto kepada KONTAN, Jumat (18/12). Dharmaningtyas, Ketua Institut Studi Transportasi (Instran) menilai, tranportasi berbasis aplikasi
online adalah anomali dalam sistem transportasi atas ketersediaan angkutan umum yang buruk. Menurut dia, semestinya tak perlu ada pelarangan tapi menyerahkan pilihan ke pengguna atau masyarakat. "Tatkala layanan angkutan umum buruk, masyarakat mencari solusinya sendiri termasuk dengan Gojek, Grabike dan lain-lain," ujar dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia