Semester I-2019, Bahana Sekuritas akan dampingi lima perusahaan terbitkan obligasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bahana Sekuritas tetap optimistis dengan bisnis underwriting di tahun 2019.

Direktur utama Bahana Sekuritas Feb Sumandar menjelaskan, mencari pendanaan dari pasar modal adalah cara yang paling tepat bagi korporasi untuk mendukung ekspansi usaha dengan tenor yang lebih panjang dari pinjaman perbankan. "Saat ini sudah ada beberapa perusahaan yang masuk dalam pipeline kami untuk mencari pendanaan dari pasar modal baik dengan menerbitkan bonds, rights issue maupun menerbitkan saham perdana, namun sesuai dengan ketentuan pasal modal kami belum bisa menyebutkan nama-nama perusahaan tersebut," ujarnya kepada kontan.co.id, Selasa (2/4).

Ia mengungkapkan pada tahun lalu, pihaknya bisa membantu lebih dari 10 perusahaan untuk menerbitkan bonds dengan total perolehan dana lebih dari Rp 40 triliun. "Tahun ini dengan kondisi ekonomi domestik dan global yang lebih kondusif, kami yakin akan lebih banyak perusahaan yang menerbitkan bonds pada tahun ini," tambah dia.


Feb menjelaskan saat ini dalam pipeline Bahana Sekuritas, ada sedikitnya tiga perusahaan yang siap menerbitkan saham perdana atau initial public offering (IPO) sepanjang paruh pertama tahun ini. "Target perolehan dana sekitar Rp 3 triliun," katanya.

Sebagai perbandingan, sepanjang tahun 2018, Bahana Sekuritas sukses mengantarkan tiga perusahaan melantai di bursa yakni PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC) dengan perolehan dana sekitar Rp 800 miliar dan PT BRI Syariah dengan perolehan dana sekitar Rp 1,3 triliun.

Sementara itu, untuk rencana penerbitan obligasi, Feb memperkirakan ada minimal lima perusahaan akan mencari pendanaan. "Target perolehan dananya lebih dari Rp 5 triliun di semester I-2019," lanjut dia.

Tahun lalu, Bahana Sekuritas membantu 23 perusahaan mencari pendanaan dari pasar obligasi dengan total perolehan dana lebih dari Rp 20 triliun.

Feb optimistis target tersebut bisa terpenuhi. Alasannya karena perkembangan pasar keuangan baik surat utang maupun saham untuk sepanjang tahun ini diprediksi akan lebih baik dibanding 2018. 

"Sebab kondisi pasar global terutama ketidakpastian akibat perang dagang antara Amerika Dan China untuk sementara mereda, demikian juga langkah normalisasi kebijakan moneter yang diambil oleh Federal Reserve untuk tahun ini, kelihatannya tidak akan seagresif 2018 karena ternyata pertumbuhan ekonomi AS dan negara maju lainnya tidak sebaik yang diperkirakan semula," ungkap dia.

Lebih lanjut Feb bilang, kondisi domestik juga terus memperlihatkan sejumlah perbaikan. Hal ini bisa dilihat dari pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018, di tengah berbagai gejolak ketidakpastian global yang berdampak pada neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan, ternyata GDP Indonesia masih bisa tumbuh secara keseluruhan tahun sebesar 5,17%, angka tertinggi sejak 2014. 

"Tahun ini, dengan adanya pesta demokrasi Pilpres akan memberi dampak positif terhadap konsumsi domestik dan perusahaan tentunya membutuhkan modal untuk melakukan ekspansi usaha," tutup dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi