KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerbitan surat utang korporasi sepanjang semester I-2021 membaik. Berdasarkan data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah penerbitan obligasi korporasi nasional mencapai Rp 43,37 triliun hingga 30 Juni 2021. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya di mana hanya sebesar Rp 30,03 triliun. Direktur Utama PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Salyadi Saputra mengungkapkan, sepanjang semester pertama kemarin, tenor-tenor pendek, yakni 5 tahun ke bawah masih mendominasi penerbitan obligasi korporasi. Tercatat, porsi penerbitan obligasi korporasi bertenor satu tahun mencapai 34%, lalu tenor 3 tahun 41,1%, dan tenor 5 tahun sebesar 15,7%.
“Ini terjadi karena kondisi saat ini masih penuh ketidakpastian. Dari sisi investor, jangka investasi jadi jauh lebih pendek karena mereka tidak mau lock dana mereka terlalu lama di tengah kondisi saat ini. Durasi pendek juga memberikan mereka fleksibilitas ketika ada perubahan kondisi,” terang Salyadi dalam Media Forum Pefindo secara virtual, Kamis (8/7).
Baca Juga: Jumlah penerbitan obligasi korporasi capai Rp 43,37 triliun di semester I-2021 Sementara dari sisi penerbit, Salyadi menilai, ketika menerbitkan obligasi dengan tenor lima tahun, kupon yang diminta investor dianggap terlalu tinggi. Padahal, bisa saja dalam jangka menengah, tren suku bunga acuan masih akan tetap rendah sehingga membuat mereka kehilangan kesempatan untuk memaksimalkan hal tersebut. Jika dilihat dari sisi rating, obligasi korporasi yang panyak diterbitkan pada enam bulan pertama tahun ini adalah yang memiliki rating A, yakni 40,0 dari total penerbitan. Kemudian diikuti oleh rating AAA dan AA dengan masing-masing 35% dan 20,3%. Salyadi menyebut, penerbitan rating A dan AA justru naik karena sepanjang 2020 porsinya sebesar 33,4% dan 16,4%. Sementara rating AAA justru turun dari sepanjang 2020 yang sebesar 47,4%. Menurutnya, turunnya obligasi korporasi dengan rating AAA adalah penerbit yang berharap bisa mendapatkan kupon sangat rendah seiring punya posisi tawar credit score dan reputasi yang bagus. Namun, rupanya investor justru menganggap potensi kupon yang ditawarkan terlalu rendah. “Para investor justru memilih obligasi dengan rating AA dan A karena menawarkan kupon yang jauh lebih menarik, sebagai upaya investor optimalkan return di tengah kondisi saat ini. Walaupun risikonya lebih tinggi, investor menganggap besaran kuponnya sudah cukup sebagai kompensasi,” tambah Salyadi.
Sementara dari sisi tingkat gagal bayar, Pefindo menyebut trennya beragam. Jika dilihat dari sektor institusi keuangan, tingkat gagal bayar pada semester I-2021 ini cenderung flat di level 0,10%. Sedangkan tingkat gagal bayar pada sektor institusi non-keuangan, mengalami kenaikan dari 2,2% pada akhir tahun lalu menjadi 2,52% pada akhir Juni 2021. Lalu, jika dilihat dari ratingnya, obligasi korporasi dengan rating AAA belum pernah mengalami gagal bayar. Sementara rating AA mengalami penurunan dari 0,34% menjadi 0,33% pada akhir Juni. Begitu pun rating BBB yang turun dari 4,65% menjadi 4,51%. Justru rating A yang mengalami kenaikan menjadi 3,1% dari sebelumnya 2,62%. “Namun, seluruh angka tingkat gagal bayar ini ini sebenarnya masih wajar angkanya,” tutup Salyadi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi