KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI) membidik kerjasama di bidang keuangan berkelanjutan (sustainable financing) dalam gelaran ASEAN Indo Pacific Forum (AIPF) 2023. Bank Mandiri fokus mengembangkan produk keuangan berkelanjutan, baik dari sisi pembiayaan hijau (green financing) maupun dari sisi pendanaan (
sustainable funding). “Penyaluran green financing ini sekaligus merupakan bentuk dukungan Bank Mandiri terhadap pemerintah menuju ekonomi rendah karbon, di mana penerapannya mengedepankan prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan atau Environment, Social and Governance (ESG),” ujar Wakil Direktur Bank Mandiri Alexandra Askandar siaran pers, (6/9/).
Alexandra menjelaskan, hingga semester 1-2023, penyaluran portofolio berkelanjutan Bank Mandiri mencapai Rp242 triliun. Bila dirinci, pembiayaan untuk kategori hijau mencapai Rp115 triliun, sementara untuk kategori sosial mencapai Rp127 triliun.
Baca Juga: Bank Mandiri Bidik Investasi Pembiayaan Hijau di AIPF 2023 Adapun beberapa sektor yang mendominasi antara lain sektor pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) sebesar Rp95,6 triliun, energi terbarukan (renewable energy) sebesar Rp8,9 triliun, eco-efficient products Rp4,7 triliun, transportasi ramah lingkungan (clean transportation) Rp3,2 triliun, serta sektor hijau lainnya Rp 2,8 triliun. Untuk mendukung peningkatan Green Financing, Bank Mandiri juga terus melakukan pengembangan solusi keuangan berkelanjutan lainnya. “Bank Mandiri telah membentuk ESG unit yang berfungsi sebagai control tower dalam implementasi aspek berkelanjutan serta telah memiliki ESG financing desk yang mampu menawarkan berbagai solusi keuangan berkelanjutan yang inovatif dalam mengakselerasi ekonomi rendah karbon, seperti green loan, transition financing, serta Sustainability Linked-Loan (SLL),” kata Alexandra. Untuk mendukung pertumbuhan green financing, Bank Mandiri juga mengembangkan berbagai instrumen pendanaan berkelanjutan. Pada 4 Juli 2023 Bank Mandiri telah menerbitkan instrumen Green Bond tahap I senilai Rp 5 triliun. Bursa karbon Melihat potensi perdagangan karbon yang cukup besar di Indonesia, pemerintah telah memulai landasan penetapan harga karbon dengan memberlakukan Peraturan Presiden No 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) untuk mencapai target Nationally Determined Contribution (NDC). “Sampai saat ini, uji coba Sistem Perdagangan Emisi terutama di sektor Energy sudah dilakukan dan mekanisme perdagangan karbon di Indonesia direncanakan akan diluncurkan pada akhir tahun 2023, yang diawasi langsung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” ungkap Alexandra. Dalam rangka mendukung perdagangan karbon, Bank Mandiri secara proaktif berkolaborasi dengan berbagai
stakeholders, baik dengan regulator (OJK), kementerian, penyelenggara bursa karbon, maupun lembaga lain yang terkait. Bank Mandiri siap berperan sebagai penghubung antara pasar keuangan dan tujuan keberlanjutan.
“Sebagai bank pertama yang telah meluncurkan digital carbon tracking di Indonesia, Bank Mandiri berharap dapat berpartisipasi dalam perdagangan karbon dan telah menargetkan NZE secara operasional di tahun 2030,” harapnya.
Alexandra memaparkan Bank Mandiri telah berhasil mengurangi jejak karbon setiap tahunnya. Pada tahun 2020 emisi yang berhasil dikurangi sebesar 46.261 tCO2e, lalu pada tahun 2021 sebesar 47.328 tCO2e, dan pada tahun 2022 sebesar 59.076 tCO2e. Mengadopsi ISO 14064-1,2,3 dan Green Gas House (GHG) Protocol Standard, perhitungan jejak karbon operasional Bank Mandiri terbagi dalam tiga cakupan emisi, yaitu Fuel (BBM, solar genset, pendingin), Electricity (listrik) dan Business Travel (perjalanan dinas). Sebagai plat merah yang komitmen menerapkan ESG dalam mengurangi emisi karbon, Bank Mandiri menyatakan siap dan akan mendukung perdagangan karbon lintas batas di ASEAN-Indo Pasifik yang bisa berdampak positif pada perekonomian dan kelestarian lingkungan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .