Semester II, pelaku usaha mengurangi target produksi TPT



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Hampir semua produsen tekstil dan produk tekstil (TPT) yang bergabung di Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menurunkan target produksi mereka sekitar 15-20% di semester II 2019 ini.

Usai acara evaluasi kinerja industri serat dan benang filamen semester I 2019 di Hotel Grand Sahid Jaya pada (10/7), para pelaku usaha industri hulu yang hadir menyatakan menurunkan jumlah produksi karena permintaan dari industri hilir menurun.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta yang ditemui di Hotel Grand Sahid Jaya pada (10/7) memaparkan bahwa indikasi penurunan sudah ada sejak kuartal 4 tahun 2018.


Namun, tren penurunan dimulai sejak awal tahun 2019. Bahkan, saat menjelang lebaran sampai setelahnya belum ada kenaikan permintaan. Padahal, menurut Redma waktu panen industri tekstil salah satunya adalah menjelang lebaran. "Susah buat meningkatkan kalau demand turun. Industri hulu bergantung dengan hilir," ujar Redma.

Executive Members APSyFI Prama Yudha Amdan juga menambahkan bahwa sebetulnya menjelang lebaran permintaan dan konsumsi masyarakat meningkat. Namun, industri tekstil hulu tidak merasakan adanya pertumbuhan.

Menurut Prama, penyebab utama para pelaku usaha menurunkan jumlah produksi karena meningkatnya impor di pasar domestik. Ia menambahkan masalah impor sekarang ini tidak hanya dirasakan sektor hulu, tetapi juga sampai hilir karena produk pakaian jadi impor juga banyak masuk ke pasar domestik.

"Sekarang gini, hilir juga merasakan dampaknya. Kenapa? Ya, karena impor kita ini meningkat apalagi pas lebaran kemarin," terang Prama.

Selain itu, dampak kenaikan impor ini juga terlihat di kinerja industri TPT per subsektor. APSyFI mencatat utilisasi serat, benang, kain, dan garmen mengalami penenakanan, meskipun garmen sebetulnya masih di level yang cukup baik.

Pada tahun 2018, kinerja subsektor kain merupakan yang terburuk. Utilisasinya berada di angka 61,5%, serat 67,7%, benang 76,5%, sedangkan garmen 86,9%. Sementara di tahun 2017, utilisasi kain di level 56%, serat 67,7%, benang 75,8%, dan garmen 80,1%.

Perihal ekspor, Redma menyatakan bahwa pasar anggota APSyFI sebetulnya stagnan. Namun, hal tersebut tidak dapat diartikan sebagai sesuatu yang positif karena level ekspor tidak ada peningkatan.

Redma juga menambahkan karena anggota APSyFI merupakan industri hulu maka fokus pasarnya juga ke lokal. Sementara untuk ekspor, para pelaku usaha tersebut tetap menargetkan sekitar 10%-15% untuk semester II ini. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini