JAKARTA. Kinerja emiten properti pada semester pertama tahun ini masih suram. Salah satunya PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) yang mencatat penurunan laba bersih 95,37% menjadi Rp 24,52 miliar dibanding periode sama tahun lalu Rp 529,25 miliar. Penurunan kinerja tersebut salah satunya disebabkan oleh pendapatan pokok perseroan yang menurun 10,77% dari Rp 2,6 triliun di semester pertama tahun lalu menjadi Rp 2,32 triliun di periode sama tahun ini. Dari total pendapatan SMRA, penjualan properti seperti apartemen, rumah, dan bangunan komersial berkontribusi paling besar, yaitu Rp 1,45 triliun. Diikuti oleh pendapatan sewa Rp 632,7 miliar dan lainnya Rp 231,18 miliar.
Franky Rivan, analis KDB Daewoo Securities, mengatakan, meskipun
marketing sales SMRA cukup baik, perusahaan masih mencatat pendapatan property-selling yang lemah. Asal tahu, sepanjang enam bulan pertama tahun ini pencapaian
marketing sales SMRA baru mencapai 37,7% atau Rp 1,7 triliun dari target setahun Rp 4,5 triliun. "Hal ini cukup berbahaya dan sistemik, jika perusahaan tak bisa membukukan angka
marketing sales yang bagus ke dalam pendapatan perusahaan," kata Franky kepada KONTAN, Senin (01/08). Tingginya angka marketing sales tak serta merta menyebabkan perseroan bisa membukukan pendapatan dan laba bersih yang bagus. Buktinya pada semester pertama tahun ini, dua indikator itu turun cukup jauh. Meski begitu, Franky yakin SMRA mampu mencapai target pra penjualan, yakni dengan strategi mengeluarkan produk baru di kuartal ketiga dan keempat mendatang. Lalu isu aliran dana pengampunan pajak yang akan masuk ke dalam sektor properti juga bisa menjadi sentimen positif bagi SMRA di tahun ini. Di sisi lain, Akhmad Nurcahayadi, analis Samuel Sekuritas, dalam riset pada Senin (25/07) mengatakan hingga akhir tahun ini, relaksasi
loan to value ratio atau LTV dan pencabutan larangan pemberian KPR kedua rumah inden masih akan menjadi dua katalis utama pendorong optimisme pelaku pasar. Sementara itu, kelanjutan peluncuran klaster baru segmen menengah dan menengah atas diharapkan dapat membantu SMRA mencapai target pra penjualan di tahun ini. Lebih lanjut dampak relaksasi LTV dan pencabutan larangan pembelian KPR kedua rumah inden, kata Akhmad, baru akan terlihat di akhir kuartal III-2016. Demi mencapai target pra penjualan, pada paruh kedua nanti, manajemen juga akan mengeluarkan sejumlah produk baru di Serpong, Bandung, dan Karawang.
Lucky Bayu, analis Danareksa Sekuritas, optimistis, SMRA mampu mencapai target tahun ini, terutama bila terjadi penurunan suku bunga Bank Indonesia lagi. "Itu bisa menjadi sentimen positif SMRA tahun ini," kata Lucky. Akhmad merekomendasikan beli saham SMRA dengan target Rp 1.750 per saham. Lucky Bayu juga merekomendasikan beli dengan target Rp 1.850. Namun Franky merekomendasikan sell saham SMRA dan menurunkan target harga dari Rp 1.710 menjadi Rp 1.520. Pada perdagangan kemarin (01/08) harga saham SMRA naik 1,77% menjadi Rp 1.725 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie