Sempat menjauh, realisasi kesepakatan China dan AS soal perang tarif kembali mendekat



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Setelah proses yang naik-turun, kini Amerika Serikat dan Cina disebut kembali mendekati realisasi kesepakatan terkait perang dagang yang akan menarik kembali tarif impor yang dikenakan AS atas impor barang dari China senilai US$ 200 miliar.

Seorang sumber Reuters menyebut hal ini seiring dengan keputusan China yang telah berikrar untuk melakukan perubahan kebijakan ekonomi struktural dan menghapus tarif balasan atas barang-barang dari AS.

Dengan begitu, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dapat menyegel kesepakatan perdagangan secara formal pada pertemuan puncak yang direncanakan berlangsung pada 27 Maret.


Pejabat pemerintahan Trump mengatakan pihaknya mengharapkan kedua presiden untuk menyegel kesepakatan pada pertemuan puncak dalam beberapa pekan mendatang di kawasan Mar-a-Lago milik Trump di Florida.

Salah satu sumber menyebut, sampai saat ini belum ada tanggal pasti untuk pertemuan Trump dan Xi. Namun pihak Beijing telah meminta alokasi waktu selama sepuluh hari dari dari tanggal 20 Maret untuk melaksanakan KTT tersebut.

Di sisi lain, banyak detail perjajian yang masih perlu dipecahkan. Termasuk mekanisme penegakan hukum untuk memastikan bahwa Beijing menindaklanjuti nyajanji untuk membuat perubahan pada kebijakan untuk melindungi kekayaan intelektual dari investor asal AS, mengakhiri transfer teknologi secara paksa dan mengakhiri subsidi bagi industri asal China.

Sementara salah satu sumber yang lain menyebut poin di luar penegakan hukum dalam perjajian sudah hampir rampung. Misalnya saja janji China untuk meningkatkan pembelian atas produk pertanian, energi dan manufaktur dari AS. Serta enam perjanjian tentang perubahan kebijakan struktural.

Dalam perang dagang yang telah berlangsung selama delapan bulan, Amerika Serikat telah mengenakan tarif atas impor dari China. Sebagai balasan, Beijing mengenakan tarif atas barang-barang dari negeri Paman Sam senilai US$ 110 miliar, termasuk kedelai dan komoditas pertanian lainnya. 

Tindakan tersebut telah mengguncang pasar keuangan, mengganggu rantai pasokan manufaktur, dan mengurangi ekspor pertanian dari Amerika Serikat.

Editor: Tendi Mahadi