Sempatkan melirik lima topik penting pilihan



JAKARTA. Berikut adalah sejumlah isu penting yang layak untuk disimak pada hari ini:- Pasar obligasi dihantui inflasi dan Argentina Proyeksi kenaikan inflasi di bulan Januari ini akibat bencana banjir di sejumlah daerah telah menekan harga surat utang negara (SUN) acuan. Maklum, kenaikan inflasi memicu investor untuk meminta imbal hasil  (yield) tinggi.Data Inter Dealer Market Association (IDMA) di Bloomberg menunjukan, semua harga obligasi pemerintah seri acuan alias benchmark tengah tertekan.  Salah satu contohnya, SUN seri FR0068 (tenor 20 tahun), pada perdagangan kemarin (27/1), harga seri ini sebesar 89,649 atau turun 6,56% dari harga awal tahun alias year to date (ytd). Ini membuat yield FR0068 naik dari 8,870% menjadi 9,54% (lihat infografik).Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih menuturkan, ada tiga faktor yang menyebabkan harga SUN terkoreksi sejak awal tahun. Pertama, soal ekspektasi pelaku pasar terhadap inflasi bulan Januari ini yang cukup tinggi yakni bisa mencapai 1,2% secara bulanan.Kedua, pasar masih menunggu hasil rapat petinggi Bank Sentral Amerika Serikat  terkait pengurangan stimulus lanjutan di akhir bulan ini. Ketiga, depresiasi mata uang Argentina di pekan lalu hingga 20%. "Takutnya depresiasi tersebut merembet ke Brasil yang merupakan lima negara rentan, termasuk Indonesia," ujar Lana.- Bursa Asia berpotensi melemahBursa regional Asia kompak memerah. Kemarin, indeks MSCI Asia Pacific anjlok 2,1% level ke 134,72. Pelemahan terdalam dialami oleh indeks Nikkei 225 yang melorot 2,51% ke 15.005,7. Begitu juga indeks Hang Seng yang anjlok 2,11% menjadi 21.976,1, serta indeks BSE Sensex yang jatuh 2,02% ke 20.707,4.Muhammad Alfatih, analis Samuel Sekuritas mengatakan, awal pekan ini bursa regional Asia mendapatkan banyak tekanan dari kekhawatiran pasar terhadap kondisi ekonomi China yang memburuk. Pelemahan ini juga dipicu oleh aksi jual yang dilakukan oleh pelaku pasar.Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities menambahkan, pelemahan datang dari kekhawatiran pasar terhadap kelanjutan pemangkasan stimulus moneter Amerika menjelang pertemuan The Federal Reserve. Dari Jepang, memburuknya kinerja ekspor juga turut memberatkan bagi pergerakan bursa Asia. Krisis mata uang Argentina juga memukul bursa Asia.Reza memperkirakan, hari ini, bursa Asia masih akan melemah. Namun pelemahan tajam yang terjadi, kemarin, akan membuat pelemahan makin terbatas. Sementara, Alfatih memperkirakan, bursa Asia hari bisa sedikit rebound.- Posisi IHSGSetelah amblas di sesi I, pada perdagangan sesi II Senin (27/1), Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) kembali turun 114,56 poin (2,58%) ke level 4.322.78. Penurunan IHSG ini mengikuti penurunan indeks di pasar modal Asia Pasifik yang hari ini semua memerah.Jumlah transaksi sebanyak 4,6 miliar saham atau setara dengan Rp 5,08 triliun.- Posisi rupiahRupiah kembali tak berdaya menghadapi dollar AS. Di pasar spot, Senin (27/1), pasangan USD/IDR naik 0,47% ke 12.238. Sedangkan, di kurs tengah Bank Indonesia (BI), pairing  USD/IDR juga naik 0,17%  ke 12.198.Analis pasar uang Bank Mandiri, Reny Eka Putri mengatakan, pergerakan rupiah relatif melemah karena tekanan dari domestik dan luar negeri. Dari dalam negeri, ada peningkatan ekspektasi inflasi di bulan ini sehingga membuat rupiah tak mendapatkan tenaga untuk menguat.Sedangkan, dari luar negeri, pelemahan rupiah dipicu oleh prediksi beberapa lembaga dunia bahwa ekonomi di negara maju akan membaik. Ini menimbulkan spekulasi The Fed akan memangkas lagi stimulus.- Posisi Wall StreetMayoritas saham yang diperdagangkan di bursa AS dilanda aksi jual tadi malam (27/1). Data Bloomberg menunjukkan, pada pukul 16.00 waktu New York, indeks Standard & Poor's 500 turun 0,5% menjadi 1.781,54. Sebelumnya, pada pekan lalu, indeks acuan AS ini mencatatkan penurunan 2,6%.Sementara itu, indeks Dow Jones Industrial Average turun 0,3% menjadi 15.837,75. Kedua indeks acuan ditutup pada level terendah sejak pertengahan Desember laly. Apa sentimen yang membuat bursa AS memerah? Rupanya, kecemasan mengenai rencana the Federal Reserve untuk memangkas stimulus masih menjadi faktor utamanya. Selain itu, ada pula kecemasan investor terkait perlambatan ekonomi di China.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie