KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar modal syariah Indonesia terus mengalami pertumbuhan. Ini tercermin dari pertumbuhan jumlah saham yang tersedia di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan jumlah investor syariah. Berdasarkan data BEI, jumlah saham syariah yang tergabung dalam Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) mengalami peningkatan sebesar 61% dalam lima tahun terakhir dari 2018–2024. Pada periode yang sama, kapitalisasi pasar saham syariah mencapai 60% dari total kapitalisasi pasar di BEI. Kemudian dari sisi Rata-Rata Nilai Transaksi Harian (RNTH), saham syariah berkontribusi sebesar 54%.
Iman Rachman, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia mengatakan berdasarkan data yang dihimpun Anggota Bursa Sistem Online Trading Syariah (SOTS), jumlah investor syariah tumbuh lebih dari 250% dalam lima tahun terakhir.
Baca Juga: Intip Rekomendasi dan Trading Plan Usai IHSG Ambrol ke Bawah 7.000 Adapun pada 2018, jumlah investor syariah dalam negeri mencapai 44.536 investor. Per April 2024, investor syariah di Indonesia telah mencapai 144.913 investor. "Ini menunjukkan pasar modal syariah menjadi pilihan investasi yang populer. Jika dibandingkan jumlah total investor, total investor syariah sebesar 144 ribu masih tergolong kecil," kata Iman, Kamis (6/6). Meski secara jumlah investor mengalami pertumbuhan, tetapi pergerakan indeks saham syariah sepanjang 2023 mengalami tekanan. Dari lima indeks yang ada di Bursa semuanya terkoreksi. Hingga penutupan Kamis (6/6), ISSI telah terkoreksi 0,06% secara
year to date (YtD). Kemudian Jakarta Islamic Index (JII) dan Jakarta Islamic Index 70 (JII70) masing-masing telah melemah 3,71% dan 1,96%. Koreksi juga terjadi pada indeks IDX-MES BUMN 17 yang telah ambles 9,35% sepanjang tahun berjalan ini. Terakhir, ada indeks IDX Sharia Growth yang sudah terkoreksi 1,99%.
Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menjelaskan sektor telekomunikasi, teknologi dan saham bahan baku menjadi pemberat dari seluruh indeks syariah di dalam negeri. Menurutnya seharusnya saham-saham syariah relatif diuntungkan dengan proyeksi perbaikan kondisi. Terutama di sisi nilai tukar Rupiah dan potensi pemangkasan suku bunga acuan di semester II-2024. "Potensi pemangkasan suku bunga acuan Bank Sentral Eropa dan The Fed, diharapkan dapat mengurangi
capital outflow di pasar modal sehingga berpotensi menopang nilai tukar rupiah," kata Valdy kepada Kontan, Kamis (6/6). Dus, dengan potensi yang ada saham-saham syariah bisa diuntungkan. Ini mengingat saham syariah memiliki satu kriteria khusus, yaitu rasio utang berbasis bunga dibanding total aset kurang dari 45%. Nafan Aji Gusta,
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas mencermati secara teknikal pergerakan indeks ISSI, JII dan JII70 berdasarkan
daily chart dalam tren
sideways.
Baca Juga: Begini Rekomendasi Saham Sarana Menara (TOWR) di Tengah Rencana Akuisisi IBST "Sebab ISSI tidak dipengaruhi oleh pergerakan saham yang memiliki kapitalisasi terbesar kedua di Bursa Efek Indonesia yang terpengaruhi dinamika papan pemantauan khusus," ucapnya. Senada, Nafan menilai potensi penurunan suku bunga bakal The Fed bakal menjadi angin segar bagi saham-saham syariah. Untuk saat ini, dia menyarankan investor mencermati saham syariah di sektor bahan baku dan energi. Dia merekomendasikan akumulasi pada
INTP dengan target harga terdekat di Rp 7.800. Kemudian
buy on weakness AMDR dengan target di Rp 1.410 dan
trading buy MEDC dengan target terdekat di Rp 1.365.
Sementara itu, Valdy menyarankan investor untuk fokus pada saham-saham syariah
blue chip, yakni
BRIS dengan target harga di Rp 2.900,
TLKM di target harga Rp 4.000 dan
ICBP dengan target di Rp 12.500.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi