Sengkarut Permasalahan AJB Bumiputera, dari Hak Pegawai hingga Keuangan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sengkarut permasalahan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 tampaknya terjadi dari berbagai sisi. Bukan hanya terjadi dari sisi keuangan saja, melainkan juga di sisi operasional dan hak karyawan yang belum terpenuhi.

Dilihat dari sisi operasional, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja Niaga, Bank, Jasa, dan Asuransi (SP NIBA) AJB Bumiputera 1912 Rizky Yudha sempat menyatakan sampai pertengahan Desember 2023, sistem operasional perusahaan masih mati.

Rizky menyebut sudah enam bulan tak ada tindakan apapun dari pihak manajemen untuk memperbaiki permasalahan tersebut. Dia mengatakan semua karyawan mengaku kesulitan untuk memberikan pelayanan kepada pemegang polis.


"Sistem belum nyala. Sistem yang merupakan jantung perusahaan dibiarkan mati selama 6 bulan. Artinya, teman-teman mau update soal polis enggak bisa hingga mau menginformasikan kepada nasabah yang hadir ke cabang itu enggak bisa," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Jumat (22/12).

Baca Juga: AJB Bumiputera 1912 Bayarkan Klaim Rp 153,10 Miliar Melalui Mekanisme PNM

Akibatnya, Rizky menerangkan sering kali karyawan tak bisa maksimal dalam memberikan pelayanan di kantor cabang dan ada juga yang disalahkan oleh nasabah. Dia menyebut nasabah bahkan pernah bilang kalau karyawan sengaja mematikan sistem.

"Padahal semua kewenangan ada di pusat dan manajemen," katanya.

Alhasil, Rizky bilang banyak karyawan hanya bisa diskusi saja ketika ada nasabah yang datang, padahal ada update yang juga harus diketahui nasabah. Ujung-ujungnya yang dirugikan adalah nasabah nantinya.  

Rizky menyebut saat ini karyawan hanya memakai sistem sementara saja yang cukup rentan dan berbahaya secara keamanan. Dia mengatakan bisa saja yang tadinya nasabah statusnya terproteksi menjadi tak terproteksi. 

Sementara itu, Rizky menyampaikan tak jarang manajemen menyalahkan karyawan karena tidak mencapai target. Lebih parahnya, kata dia, email perusahaan mati dan telepon antarkantor juga mati sudah lama, hanya website yang masih bisa. 

"Operasionalnya kacau. Kadang karyawan di kantor cabang memakai dana pribadi buat operasional, seperti lampu mati. Semua itu seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan," ujarnya.

Kabar terbarunya, Rizky mengatakan sistem operasional perusahaan saat ini sebagian sudah berjalan. Selain itu, Rizky menyebut hak-hak karyawan tengah diupayakan oleh pihak manajemen. 

Hak Karyawan Belum Terpenuhi

Permasalahan lainnya, terletak pada hak-hak karyawan yang belum terpenuhi. Sebelumnya, hak-hak karyawan yang belum terpenuhi itu membuat para karyawan SP NIBA AJB Bumiputera 1912 melakukan aksi Mogok Kerja Nasional pada 18 Oktober 2023 hingga 20 Oktober 2023. Permasalahan itu juga yang disampaikan karyawan saat melakukan audiensi dengan manajemen pasca mogok nasional. Namun, disebutkan belum ada solusi konkret untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Rizky mengungkapkan hak yang dilanggar meliputi uang pensiun, iuran BPJS, iuran dana pensiun, dan BLT dari pemerintah yang belum terbayarkan. Dia tak memungkiri ada sekitar 2.000 lebih karyawan yang terdampak.

"Iya, seluruhnya, termasuk PKWT dan yang pensiun," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Jumat (29/12).

Sementara itu, Ketua Team Advokasi SP NIBA AJB Bumiputera 1912 Ghulam Naja menerangkan kerugian yang dialami karyawan berupa moral maupun materiil. Menurutnya, kerugian moral itu wajar karena dalam situasi perusahaan yang tengah bermasalah dan banyak tekanan serta perasaan was-was. 

"Banyak karyawan merasa was-was karena nasibnya berpotensi putus karier karena upaya penyehatan keuangan perusahaan yang tidak jelas arahnya. Kalau kerugian materiil sebagai akibat perusahaan sejak 2019 tidak melaksanakan pembayaran hak-haknya sesuai kesepakatan yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan hal tersebut terjadi hingga saat ini," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (29/12).

Ghulam menambahkan apabila dihitung, potensi kerugiannya mencapai kurang lebih hampir Rp 1 triliun. Dia menjelaskan hak pekerja itu jenisnya banyak, seperti gaji bulanan, sumbangan biaya pendidikan, bahkan sampai pesangon para purnakarya, termasuk klaim meninggal purnakarya yang nilainya tak seberapa. Dia pun menyatakan jumlah karyawan yang terdampak sekitar 1.600 orang baik karyawan tetap, karyawan kontrak (PKWT), karyawan yang sudah pensiun, bahkan yang sudah meninggal.

Baca Juga: Karyawan AJB Bumiputera Beberkan Sistem Operasional Perusahaan Mati Selama 6 Bulan

Ghulam menyampaikan sejak awal permasalahan ketenagakerjaan, organ perusahaan dinilai tidak mampu menyelesaikan sesuai penyelesaian hubungan industrial. Namun, proses hukum baik penyelesaian jalur perdata hubungan industrial di Pengadilan Hubungan Industrial Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ditempuh oleh SP NIBA AJB Bumiputera 1912 mewakili sebanyak 1,268 karyawan dan berakhir dengan kesepakatan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama. 

"Namun, Perjanjian Bersama yang telah terdaftar di pengadilan tersebut juga dilanggar oleh organ perusahaan. Di samping penyelesaian melalui jalur perdata, diketahui terdapat laporan informasi dari pengaduan beberapa pihak terkait hak karyawan yang ditangani oleh penyidik di Bareskrim Mabes Polri dan telah memeriksa banyak saksi, bahkan petinggi di organ perusahaan," tuturnya. 

Ghulam berharap penyelidikan atas dugaan tindak pidana yang sedang ditangani penyidik Bareskrim Mabes Polri dapat mengungkap banyak dugaan tindak pidana yang mengakibatkan kondisi AJB Bumiputera 1912 hingga saat ini belum dapat diselesaikan. 

Selain upaya hukum tersebut, dia bilang laporan atas dugaan tindak pidana berkaitan pembayaran gaji yang tidak sesuai dengan kesepakatan atau PKB tengah dalam proses pemeriksaan pengawas Disnaker dan harapannya dapat mengungkap aktor intelektual yang membuat keputusan atas pembayaran gaji yang tidak sesuai kesepakatan atau PKB. 

"Yang jelas, organ perusahaan yang duduk saat ini tidak mempunyai skema untuk menyelesaikan permasalahan karyawan akibat tidak cakap mengelola perusahaan," katanya.

Rencana Penyehatan Keuangan (RPK) Tak Berjalan

Ternyata RPK yang selama ini digadang-gadang sebagai obat untuk permasalahan Bumiputera juga tak kunjung terealisasi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sempat menyampaikan proses pembayaran klaim tertunda oleh AJB Bumiputera 1912 belum sesuai dengan yang dinyatakan dalam RPK.

"Oleh karena itu, OJK akan memanggil BPA, Direksi, dan Komisaris untuk meminta penjelasan RPK tersebut. Saat ini, tim OJK sedang masuk dalam pengawasan khusus terkait implementasi RPK yang telah disampaikan pada Februari 2023," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono, Senin (4/12).

Ogi mengatakan dalam RPK, AJB Bumiputera menargetkan penjualan aset dalam rangka untuk pemenuhan kewajiban klaim totalnya pada 2023 mencapai Rp 3,3 triliun. Akan tetapi, sampai saat ini belum terealisasi sama sekali atau belum terjual.

Dia juga menambahkan AJB Bumiputera dalam RPK menargetkan penjualan produk baru, yang mana target premi produk baru maupun kumpulan sebesar Rp 13,6 triliun.

"Namun, realisasinya baru Rp 460 miliar," ujarnya.

Ogi menyebut OJK telah memberikan relaksasi dengan menyetujui permohonan pencairan kelebihan dana jaminan senilai Rp 262,32 miliar pada 11 September 2023 untuk pembayaran klaim tertunda dalam bentuk surat berharga. Berdasarkan jumlah tersebut, rencananya sebesar Rp 181,3 miliar akan dibayarkan kepada lebih dari 42.712 pemegang polis asuransi perorangan. 

Ghulam menyampaikan berkenaan dengan pemegang polis, sesuai pada pemberitaan bahwa organ perusahaan baru memprioritaskan terhadap klaim senilai 5 juta, belum dapat diketahui persis seperti apa skema yang digunakan oleh mereka. Sebab, kata dia, karyawan memang tidak mengetahui skema yang digunakan oleh organ perusahaan untuk mengatasi seluruh permasalahan AJB Bumiputera 1912 yang tercermin dalam RPK karena tidak adanya transparansi sesuai tuntutan tata kelola perusahaan yang baik. 

"Hal itu yang mengakibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam kondisi yang memprihatinkan," katanya.

Lebih lanjut, Ghulam membeberkan organ perusahaan tidak pernah menyampaikan informasi tentang restrukturisasi yang lazimnya tertuang dalam RPK. Dengan demikian, belum jelas permasalahan likuiditas AJB Bumiputera 1912 terdapat skema restrukturisasi atau tidak juga tidak pernah tergambar. 

Dia mengatakan sejauh ini hanya mendengar bahwa organ perusahaan AJB Bumiputera 1912 maupun OJK melakukan penjualan aset, pencairan dana jaminan, dan kerja sama pengelolaan aset tanah serta bangunan untuk menyelesaikan pembayaran klaim pemegang polis.

"Menurut saya, skema yang dijalankan oleh organ perusahaan berpotensi membahayakan keberlangsungan operasional AJB Bumiputera 1912 dan justru makin menambah kondisi likuiditas terpuruk dan dapat membahayakan kepentingan karyawan maupun pemegang polis," ungkapnya.

Dalam situasi seperti itu, Ghulam menyatakan diperlukan ketegasan OJK untuk menggunakan wewenangnya menunjuk pengelola statuter atau pengendali lain sesuai ketentuan dalam UU Nomor 4 Tahun 2023 serta POJK Nomor 7 Tahun 2023.

Kondisi Saat Ini

Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 disebutkan telah membayarkan klaim Rp 153,10 miliar melalui mekanisme Penurunan Nilai Manfaat (PNM). Terkait hal itu, Sekretaris Task Force AJB Bumiputera 1912 Auditomo mengatakan selama 10 bulan terakhir AJB Bumiputera 1912 telah melakukan pembayaran klaim dengan nominal di bawah Rp 5 juta melalui mekanisme PNM. 

“Untuk realisasi pembayaran klaim setelah PNM sampai 27 Desember 2023 sebanyak 52.636 polis Asuransi Perorangan (Asper) dengan nilai nominal sebesar Rp 153,10 miliar. Adapun 12 polis Asuransi Kumpulan (Askum) sudah lengkap administrasinya dan siap untuk dibayarkan secara bertahap dengan nominal Rp 28,2 miliar,” ucapnya dalam keterangan resmi, Jumat (29/12).

Auditomo menyampaikan berdasarkan data pengajuan Pemegang Polis AJB Bumiputera 1912 seluruh Indonesia, yang telah setuju pembayaran dengan kebijakan PNM sampai Juni 2023 sebanyak 86.558 polis Asper dengan nilai nominal sebesar Rp 267,17 miliar. Adapun 68 polis Askum dengan nominal Rp 111,71 miliar.

Auditomo menyebut AJB Bumiputera 1912 menargetkan pembayaran klaim kepada 33.884 polis dengan nominal mencapai Rp 113,98 miliar sampai Juni 2024. Dia menyatakan penyelesaian klaim yang tertunda itu masih menjadi prioritas perusahaan. 

"Saat ini, manajemen terus berupaya maksimal melakukan penjualan dan optimalisasi beberapa aset yang dimiliki oleh AJB Bumiputera 1912 untuk memenuhi ketersediaan dana dalam rangka menyelesaikan klaim yang tertunda," kata Auditomo.

Meskipun demikian, salah satu nasabah AJB Bumiputera Wina Yunariati menuturkan sejak 2018 sampai saat ini belum ada klaim yang terbayarkan. 

"Ada 2 polis kurang lebih nilainya Rp 33 juta," katanya kepada Kontan.co.id, Jumat (29/12). 

Wina juga menyatakan sempat menandatangani perjanjian pada 2023 yang masuk dalam list pembayaran, yang mana dijanjikan cuma 50%. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada kabar lagi terkait perjanjian tersebut. 

Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, tingkat kesehatan finansial perusahaan dilihat dari tingkat Risk Based Capital (RBC) mencapai -782,01%. Angka tersebut jauh dari ambang batas yang ditetapkan OJK sebesar 120%.

AJB Bumiputera mencatatkan jumlah pendapatan mencapai Rp 787,75 miliar hingga November 2023. Nilai itu turun 36,7% dari periode yang sama tahun sebelumnya, yakni Rp 1,24 triliun. Adapun pendapatan premi perusahaan sebesar Rp 641 miliar hingga November 2023. Nilai itu turun 40,4% dari periode yang sama tahun lalu Rp 1,07 triliun.  

Sementara itu, jumlah beban klaim dan manfaat hingga November 2023 tercatat 2,16 triliun. Nilai itu meningkat 216%, jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 684,47 miliar.

Berdasarkan sisi liabilitas perusahaan mencapai Rp 14,55 triliun atau turun 56%, jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 33,01 triliun. Sementara itu, ekuitas perusahaan hingga November 2023 minus Rp 4,1 triliun, atau terbilang menurun jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu minus Rp 23,3 triliun. 

Aset AJB Bumiputera hingga November 2023 mencapai Rp 10,4 triliun. Nilai itu naik 7,52%, jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 9,6 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi