Sengketa Diskriminasi Sawit Uni Eropa di WTO Masuk Babak Akhir, Indonesia Bisa Menang



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan sengketa diskriminasi sawit yang dilakukan Uni Eropa terhadap Indonesia telah memasuki babak akhir.

Indonesia sebelumnya menggugat Uni Eropa (UE)terkait diskriminasi sawit melalui aturan Renewable Energy Directive II (RED II) dan Delegated Regulation Uni Eropa pada 2017. Gugatan ini telah terdaftar di WTO dengan nomor kasus DS 593.

Direktur Keamanan Perdagangan Kemendag, Natan Kambuno menjelaskan, saat ini pihaknya masih menunggu diterbitkanya interim report atau final report dari kasus ini.


Dia pun menaruh optimisme yang cukup besar dalam kasus ini. Menurutnya Indonesia memiliki peluang yang cukup bagus untuk memenangkan gugatan ini.

Baca Juga: Indonesia Tunggu Putusan Sidang Gugatan Diskriminasi Sawit oleh Uni Eropa di WTO

“Peluangnya cukup bagus, kita masih menunggu diterbitkanya interim report atau final report yang diperkirakan Agustus atau September,” kata Natan pada Kontan.co.id, Selasa (2/8).

Meski ada kemungkinan menang dalam gugatan ini, dia mengatakan ada kemungkinan Uni Eropa melakukan banding jika pihaknya kalah dalam gugatan ini.

“Kalau Indonesia menang bisa saja UE melakukan banding, demikian pula sebaliknya,” tutur Natan.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan bahwa saat ini Badan Banding WTO sedang tidak berfungsi. Oleh karenanya untuk mengantisipasi agar interim report atau final report ini agar dapat terbit, Pemri akan menempuh arbitrase ad hoc.

Baca Juga: Komisi VI DPR sebut gugatan sawit di WTO sangat penting untuk dimenangkan

Untuk diketahui, dalam RED II, Uni Eropa menetapkan kelapa sawit sebagai tanaman berisiko tinggi (high risk) terhadap deforestasi. Untuk itu, Uni Eropa akan membatasi dan secara bertahap bakal menghapuskan penggunaan minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) untuk biodiesel.

Sebelumnya, Indonesia pun telah menjalani proses persidangan dan penyampaian dokumen terkait gugatan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli