Sengketa kemasan rokok hampir usai



JAKARTA. Keputusan Organisai Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO) atas sengketa penerapan bungkus polos atau plain packaging produk rokok oleh pemerintah Australia hampir selesai.

Rencananya, pada Juli ini atau paling lambat September 2016 nanti, interim report yang bersifat rahasia (tertutup) sudah bisa diserahkan kepada masing-masing negara yang bersengketa.

Selanjutnya, masing-masing negara memberi tanggapan atas interim report tersebut dan diikuti dengan keputusan final. Sengketa penerapan kemasan rokok polos hingga masuk ke WTO ini dimulai sejak tahun 2014.


Bagi Indonesia, penerapan kemasan rokok polos oleh Australia sejak 2012 telah melanggar ketentuan perdagangan internasional. "Dalam Plain Packaging, tidak ada bukti ilmiah itu akan mengurangi dan efektif menurunkan konsumsi rokok," kata Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo, Rabu (20/7).

Survei nasional pemerintah Australia menunjukkan plain packaging tidak berkontribusi terhadap percepatan tren penurunan tingkat merokok di Australia yang telah berlangsung selama 22 tahun. Bila dalam sengketa tentang kemasan rokok polos ini dimenangkan oleh Australia, dikhawatirkan beberapa produk juga akan diperkarakan.

Misalnya, minuman beralkohol, gula serta minyak sawit. Beberapa pasal yang menjadi bahan pembelaan pemerintah Indonesia dalam sengketa ini adalah pasal 20 dalam perjanjian WTO yang menyatakan bahwa anggota WTO tidak diperbolehkan untuk menerapkan persyaratan khusus yang tidak dibenarkan mempersulit penggunaan merek dagang.

Negara anggota WTO wajib memastikan peraturan teknis yang diterapkan tidak membatasi perdagangan berlebihan. "Penerapan plain packaging, akan memunculkan pasar gelap," kata Iman.

Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kadin, Shinta W Khamdani bilang, selama ini tembakau masih menjadi penopang ekonomi Indonesia. Penyerapan tenaga kerja di sektor ini mencapai 6 juta tenaga kerja.

Shinta bilang, penerapan plain packaging akan menciderai hak kekayaan intelektual, melenyapkan fungsi utama dari merek dagang dan membuat produk tembakau Indonesia hampir tidak bisa dibedakan. "Bersifat anti competitive dan melemahkan daya saing," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie