KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertemuan tingkat tinggi para diplomat dari Asia Tenggara di Laos pada Sabtu ini menggarisbawahi tantangan utama yang dihadapi seperti ketegangan di Laut China Selatan, konflik yang meningkat di Myanmar, dan rivalitas regional. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, dan Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, yang hadir dalam pertemuan ini, menunjukkan bagaimana kekuatan besar berusaha memperluas pengaruh mereka di kawasan ini. Pertemuan ini mempertemukan negara-negara anggota ASEAN negara mitra, termasuk Amerika Serikat, China, Rusia, Jepang, India, dan Australia. Tujuan utama dari pertemuan ini adalah untuk memperkuat hubungan dan membahas isu-isu keamanan yang krusial.
Baca Juga: Menteri Luar Negeri China Peringatkan Filipina Atas Penempatan Rudal AS Kehadiran Diplomatik dan Tujuan Utama
Antony Blinken, Menteri Luar Negeri AS, tiba di ibu kota Laos, Vientiane, pada hari Sabtu. Dia dijadwalkan untuk bertemu dengan Wang Yi, sejawatnya dari China. Kedua negara ini sedang berupaya untuk memperluas pengaruh mereka di kawasan Asia Tenggara. Sebelum pertemuan ini, Blinken secara terbuka mengkritik tindakan China yang dianggapnya eskalatif dan melanggar hukum terhadap Filipina di Laut China Selatan. Wang Yi akan menghadapi tantangan yang signifikan dalam pertemuan ini, terutama terkait dengan klaim kedaulatan China atas hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, yang merupakan jalur perdagangan penting yang dilalui triliunan dolar setiap tahunnya. Ketegangan di Laut China Selatan terus meningkat, dengan Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei menjadi negara-negara yang terlibat dalam sengketa wilayah dengan China. Klaim sepihak China terhadap hampir seluruh wilayah perairan ini telah menyebabkan ketegangan yang berkepanjangan dan konflik diplomatik.
Sengketa Wilayah dengan Filipina
Filipina telah terlibat dalam sengketa wilayah yang berkepanjangan dengan China mengenai bagian-bagian penting dari Laut China Selatan. Pemerintah Filipina mengkritik apa yang mereka anggap sebagai kurangnya dukungan dari ASEAN terhadap isu ini. Namun, dalam kesepakatan yang jarang terjadi, Filipina dan China menyatakan bahwa mereka telah mencapai kesepakatan yang diharapkan dapat meredakan ketegangan tanpa mengakui klaim teritorial masing-masing. Sekretaris Luar Negeri Filipina, Enrique Manalo, menyatakan bahwa mereka setuju untuk “mematuhi kesepakatan sementara dengan niat yang jelas dan tulus”. Ini menunjukkan upaya untuk mencari solusi damai sambil tetap menjaga klaim teritorial mereka. Pada hari Sabtu, Filipina mengumumkan bahwa mereka berhasil melakukan misi penyuplai kepada pasukannya di sebuah terumbu karang yang disengketakan di Laut China Selatan tanpa harus menghadapi kekuatan China. Langkah ini mendapat pujian dari Blinken, yang melihatnya sebagai langkah positif dalam meredakan ketegangan.
Baca Juga: Jarang Terjadi, China Beri Pujian ke Filipina atas Larangan Operasi Judi Online Krisis Myanmar dan Komitmen ASEAN
Krisis kemanusiaan di Myanmar juga menjadi topik utama dalam pertemuan ini. Konflik yang semakin intensif di Myanmar telah menimbulkan ketidakstabilan, ketidakamanan, dan penderitaan yang mendalam.
Penny Wong, Menteri Luar Negeri Australia, mendesak penguasa militer Myanmar untuk mengakhiri perang sipil yang intens dan mematuhi rencana perdamaian konsensus ASEAN. Wong mengungkapkan keprihatinannya mengenai dampak konflik terhadap stabilitas regional dan kemanusiaan. “Kami melihat ketidakstabilan, ketidakamanan, kematian, dan penderitaan yang disebabkan oleh konflik ini,” kata Wong kepada para wartawan. ASEAN sendiri menghadapi tantangan internal dalam menangani klaim maritim China. Ada perbedaan pandangan di antara negara-negara anggota tentang cara terbaik untuk menghadapi klaim-klaim tersebut. Kekhawatiran bahwa konfrontasi langsung dapat memicu konflik yang lebih luas menjadi perhatian utama, dengan Indonesia juga mengungkapkan kekhawatirannya mengenai pelanggaran oleh Beijing di zona ekonomi eksklusifnya.
Editor: Handoyo .