JAKARTA. Bentrokan yang dialami puluhan karyawan tambang batubara di Sebuluh, Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, menyeret nama PT Kimco Armindo. Pasalnya mereka adalah karyawan perusahaan tersebut. Pimpinan dan pemilik saham mayoritas Kimco Armindo di bawah bendera PT Pandji Notonegoro diduga tidak jujur.
Kuasa Hukum PT Panjdi Notonegoro Ahmad Ali Fahmi bilang, perlu pembuktian dari pihak Jamer Purba yang mengaku sebagai pemilik Kimco melalui PT Garama telah menguasai saham PT Pandji Notonegoro yang dikatakan telah dibeli pada tahun 2014,” ujar Ahmad dalam siaran pers, Jumat (31/3).
Fahmi juga menepis nama Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan terlibat di Kimco. Sebab sejak 12 Agustus 2015, tak lama setelah ditunjuk Presiden Jokowi sebagai Kepala Staf Presiden Luhut sudah keluar dari Kimco. Ditambahkan Fahmi, peristiwa bentrokan tersebut sebenarnya bisa dihindari apabila pihak Jamer menghormati proses hukum yang saat ini masih berjalan di Mabes Polri.
“Sekarang sengketa kepemilikan saham sedang ditangani Bareskrim Mabes Polri, seharusnya Jamer Purba menghormati proses hukum, bukan malah membuat persoalan makin keruh,” katanya.
Sementara itu, Dirut Kimco Armindo, Hendrik Winata menambahkan, meski status kepemilikan saham Kimco masih ditangani Bareskrim Polri, diduga bahwa Samuel Purba yang menjabat sebagai Komisaris Utama di Kimco Armindo telah menerima uang muka dari calon pembeli batubara sebesar Rp 42,5 Miliar.
Bahkan mungkin saja bisa lebih banyak lagi pembeli yang telah menyetorkan uang muka. Namun uang itu tidak pernah disetorkan ke Kimco tetapi masuk ke rekening pribadi. Bisa diduga, Samuel Purba telah melakukan tindak pidana penggelapan uang.
"Dugaan penggelapan uang itu bahkan telah dilaporkan Herry Tousa, salah satu pemegang saham Pandji Notonegoro ke Bareskrim Polri tanggal 22 Desember 2016, ” tukas Hendrik.
Menanggapi bentrokan yang diduga melibatkan aparat TNI tersebut, Direktur Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman meminta aparat hukum untuk menghindari campur tangan yang terlalu dalam, kecuali untuk proses penegakan hukum atau pro justicia yang dilakukan oleh kepolisian. Ia bilang, seharusnya aparat hukum menjadi penengah bukan memihak. Apalagi jika betul melibatkan oknum TNI, itu pelanggaran berat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto