Yogyakarta tak cuma identik dengan gudeg, tapi juga angkringan. Tak heran kalau ada yang menjuluki Kota Pelajar ini dengan sebutan Kota Seribu Angkringan. Memang, di mana-mana ada angkringan mangkal. Tapi, kalau Anda ingin merasakan aneka menu angkringan termasuk
sego kucing yang sangat terkenal dengan suasana yang beda, datang aja ke The House The Raminten. Kedai ini terletak di kawasan Kota Baru, Jogja, persis di samping Mirota Bakery. Lokasi ini tak jauh dari Stadion Kridosono. Dari Jalan Malioboro, arahkan kendaraan Anda menuju Jalan Mataram kemudian ke Jalan Abu Bakar Ali. Pertigaan pertama setelah Gereja Katolik Santo Antonius, Kota Baru, silakan belok kiri. Di situlah The House The Raminten bercokol.
Anda bisa datang kapan saja, karena The House The Raminten yang mulai menyapa para pecinta kuliner Jogja akhir 2009 lalu buka 24 jam penuh. Kecuali setiap Ahad, buka mulai jam 9 pagi sampai 12 malam. Meski namanya agak kebarat-baratan, konsep kedai ini tradisional banget dengan ornamen dan interior Jawa. Wewangian tradisional seperti dupa dan alunan gending-gending Jawa akan menemani Anda bersantap sekaligus bersantai di The House of Raminten. Bertempat di rumah tua yang masih terawat dengan baik dan punya halaman luas, kedai ini memiliki beberapa tempat untuk bersantap. Anda yang mau lesehan, silakan menuju teras. Anda yang ingin duduk nyaman di bangku kayu yang artistik, silakan menuju bagian dalam dan belakang rumah. Yadhie Setiadi,
Manager Waiter The House of Raminten, bilang, konsep rumahan yang diusung kedainya membuat para tamu betah berlama-lama di The House of Raminten. Jangan terlalu khawatir soal harga. Semua menu di kedai ini sangat ramah dengan kantong. Malah, khusus mahasiswa yang bisa menunjukkan kartu mahasiswa, ada potongan harga alias diskon sebesar 10%. “Walaupun harga kami terbilang murah, kualitas makanan hotel bintang lima, lo,” ucap Yadhie promosi.
Sego kucing, misalnya. Harganya cuma Rp 1.000 per bungkus, sama dengan harga di angkringan pinggir jalan. Isinya juga sama, nasi putih, oseng tempe, dan ikan teri. Menu baru setiap bulan Selain beragam menu khas angkringan berupa penganan rakyat, The House of Raminten juga menyediakan bermacam makanan lain dengan nama-nama unik. Contoh,
bubur ayam kelasworo,
soto raminto,
pacikeran, dan
baso uleg. Semua harga menu di kedai ini tak sampai Rp 15.000 per porsi. Cukup terjangkau, kan? Menurut Yadhie, kini kedai ini menawarkan 100 macam santapan. Saban bulan selalu ada menu baru.
Brongkos tahu, ambil contoh, baru meluncur bulan lalu. Dari sekian banyak tawaran makanan, yang paling banyak dipesan adalah porsi-porsi jumbo. “Misalnya,
bubur ayam kelasworo dan
baso uleg. Satu porsi bisa untuk dua–tiga orang,” ungkap Yadhie. Beberapa minuman yang ditawarkan di kedai ini juga berukuran jumbo.
Wedang sereh, contohnya, disajikan dalam gelas setinggi 30 sentimeter. Rasa jahe dan serehnya yang hangat begitu kuat sampai ke tenggorokan. Cocok banget untuk teman bersantai. Yang unik lagi, kalau Anda memesan aneka minuman berbau susu. The House of Raminten menyajikannya dengan gelas yang sekilas, maaf, mirip “susu” kaum perempuan. Jika Anda ingin bersantap berat, selain
sego kucing double atau
triple, coba juga
pacikeran. Nasi plus tempe dan telur dadar, tambah lalapan ini sungguh nikmat. Terlebih ketika telur dan tempe beradu dengan sambal merah. Sebagai menu penutup, Anda bisa memesan es krim bakar yang berisi pisang, potongan roti, dan keju. Lidah dan tenggorokan langsung berasa dingin dan legit karena cuilan pisang yang manis, ditambah rasa keju yang gurih. Rasa manisnya pun terasa kuat dari es krim yang dibuat menggunung.
Sayang, pelayanan di kedai agak lelet. Tak aneh, banyak tempelan di tembok yang bertuliskan: Kami ini semua lulusan “SLB” kalo agak lama harap maklum karena kami
kenthir (agak gila). Tapi, bagi yang ingin berlama-lama menikmati suasana Jogja zaman dulu di kedai ini tentu tak masalah. Dengan semua keunikannya, tentu sayang melewatkan The House of Raminten dalam daftar kuliner ketika Anda berkunjung ke Jogja. Hanya saja, bila Anda datang di atas jam tujuh malam, sebaiknya memesan tempat terlebih dahulu via telepon. Soalnya, pasti semua bangku dan lesehan penuh terisi. Saban hari tak kurang dari 500 pengunjung datang ke kedai ini. Setiap akhir pekan, jumlahnya bertambah menjadi sekitar 700 pengunjung. “Umumnya, para pengunjung mencari suasana Jawa,” kata Yandhie. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Catur Ari