Sentimen global pengaruhi obligasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan laporan terbaru dari PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) mengenai pasar obligasi dan rupiah, setelah melemah 3 bulan berturut tercatat outflow, bulan Juli lalu pasar obligasi menguat 0,85% dengan adanya perkembangan sentimen global yang cukup positif setelah berbulan-bulan konflik perang dagang mendominasi dengan tone negatif.

Pasar juga mendapat berita positif yaitu kesepakatan antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE) untuk menahan tarif perdagangan lebih lanjut, dan terbukanya jalur negosiasi atas kemungkinan pembatalan atau setidaknya koreksi tarif yang sebelumnya sudah diterapkan kedua belah pihak. Faktor tersebutlah yang mengembalikan risk appetite investor global, mendukung aliran masuk dana asing ke pasar negara berkembang termasuk Indonesia.

Menurut MAMI, potensi penguatan dollar AS lebih lanjut makin terbatas, artinya pelemahan rupiah juga makin terbatas. Hal yang menjadi katalis penguatan dollar AS seperti 4 kali kenaikan Fed Rate tahun 2018 dan ekspektasi pertumbuhan ekonomi AS.


Dari sisi domestik, saat ini BI sangat proaktif menjaga stabilitas Rupiah dengan melakukan intervensi ganda di pasar valas dan obligasi, menaikkan suku bunga 100 basis points (bps) dan juga membuka kembali lelang SBI untuk menarik dana asing.

Mengenai obligasi, pemerintah tidak mencapai target penerbitan SBN semester pertama 2018 yang hanya mencapai Rp 293 triliun, lebih rendah dari target Rp 345 triliun. Banyaknya sentimen negatif global dan juga pelemahan rupiah meningkatkan ketidakpastian pasar, mendorong investor untuk "meminta" imbal tinggi dalam lelang SBN.

Dengan pertimbangan cost fund yang diemban, pemerintah tidak selalu bisa mengabulkan tingkat imbal hasil yang diterima. Positifnya adalah di tahun ini ternyata pendapatan negara diperkirakan lebih tinggi dari perkiraan awal, karena didukung oleh pendapatan dari sumber daya alam yang meningkat dan juga efek perluasan basis pajak yang menambah pendapatan pajak.

Dari sisi fundamental Indonesia, beberapa faktor tak berubah dan tetap menopang daya tarik pasar obligasi Indonesia, seperti perekonomian yang menunjukan tren positif dan inflasi terjaga.Dari sisi kondisi pasar obligasi sendiri, kepemilikan asing atas obligasi yang dapat diperdagangkan sudah turun dari level tertinggi sekitar 41% ke kisaran 37% saat ini, sehingga potensi tekanan jual asing menjadi lebih terbatas.

Laporan MAMI juga menyebutkan bahwa Bank Indonesia (BI) terlihat sangat proaktif dan melakukan upaya-upaya preemtif untuk menjaga stabilitas nilai tukar. Secara singkat, stabilitas Rupiah adalah katalis yang sangat penting yang dinantikan pasar.

Koreksi yang terjadi di pasar dan kenaikan suku bunga menyebabkan kurva imbal hasil menjadi flatten, yaitu kondisi di mana imbal hasil obligasi tenor pendek naik lebih tinggi dari obligasi tenor panjang.

Kondisi ini menjadikan obligasi tenor pendek menjadi sangat atraktif. Pasalnya dengan tenor lebih pendek, fluktuasi akan lebih rendah sehingga investor bisa mendapatkan imbal hasil yang mirip dengan obligasi dengan tenor lebih panjang.

Segala kondisi yang mempengaruhi pasar oblihasi, baik yang mendukung maupun menggantung, secara keseluruhan, di tengah sentimen global yang fluktuatif Manulife Asset Management menjaga durasi portofolio pada posisi netral terhadap tolok ukur dan meningkatkan porsi pasar uang.

Dengan strategi ini MAMI akhirnya memposisikan portofolio agar bisa bergerak dengan lincah sesuai dengan dinamisme pasar. Porsi pasar uang yang tinggi dapat melindungi portofolio ketika koreksi terjadi dan dapat digunakan untuk ‘bottom fishing’ apabila valuasi obligasi menjadi lebih atraktif untuk dikoleksi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Agung Jatmiko