JAKARTA. Tekanan terhadap batubara belum sirna. Serangkaian sentimen negatif masih memayungi harga batubara seiring dengan kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Analis dan Direktur PT Equilibrium Komoditi Berjangka, Ibrahim mengatakan, setelah IMF merevisi pertumbuhan ekonomi global tahun ini dari 3,8% menjadi 3,5%. Dan proyeksi ekonomi global tahun depan diperkirakan sebesar 3,7%, berdampak pada lesunya permintaan batubara, terutama dari China dan Eropa. “Permintaan terhadap komoditas juga meredup seiring proyeksi World Bank yang memperkirakan harga komoditas tahun ini akan melambat,” ujar Ibrahim.
Ekonomi China dan Eropa cukup memiliki andil besar terhadap kemerosotan permintaan. Seperti diketahui, data manufaktur PMI China bulan Januari hanya mencatatkan angka 49,8. Angka ini lebih rendah dari ekspektasi sebesar 50,3. Rapuhnya data China juga ditunjukkan oleh data final manufaktur China bulan Januari yang di rilis HSBC sebesar 49,7. Ini lebih rendah dari prediksi sebesar 49,8. Angka di bawah level 50 menunjukkan ekonomi China yang masih rawan kontraksi. Di sisi lain, Bank Sentral Eropa (ECB) berencana akan menggelontorkan stimulus moneter atau quantitative easing (QE) sebesar 60 miliar euro mulai Maret 2015. Kondisi ini akan menggerus mata uang euro dan mendukung penguatan dollar AS. Akibatnya, komoditas kembali tertekan. Sejauh ini, Ibrahim menilai belum ada faktor yang dapat mengangkat harga batubara. Fokus pelaku pasar masih soal rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Setikat (The Fed). Spekulasi ini menjaga kokohnya dollar AS. Indeks dollar yang kian melambung juga membatasi pergerakan naik komoditas.