Sentimen positif menopang harga tembaga



JAKARTA. Harga tembaga tidak banyak bergerak sepekan terakhir. Kamis (9/2), pada pukul 13.09 waktu Shanghai, harga tembaga kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange melemah tipis 0,01% di US$ 5.889 per metrik ton. Dalam sepekan, harga cuma menguat tipis 0,05%.

Analis Asia Tradepoint Futures Andri Hardianto mengatakan, koreksi disebabkan oleh aksi profit taking. Maklum, sehari sebelumnya, harga tembaga menanjak hingga 1,7%. "Tembaga masih dibalut katalis positif dari kekhawatiran mogok kerja di Cile," papar dia.

Produsen tembaga BHP Billiton menyatakan akan menghentikan produksi tambang Escondida di Cile akibat pemogokan karyawan. Tambang tersebut menghasilkan 6% dari total produksi tembaga dunia di tahun 2015. Li Chunlan, analis CRU, seperti dikutip Bloomberg, menyatakan, aksi mogok kali ini lebih buruk dari perkiraan sebelumnya.


Tidak hanya dari Cile, gangguan produksi tembaga juga terjadi di Indonesia. Hal ini terjadi setelah Freeport-McMoran Inc berniat mengurangi produksi tembaga di tambang Grasberg, yang tercatat sebagai tambang terbesar kedua di dunia. Hal ini terkait kesepakatan perusahaan tersebut dengan pemerintah Indonesia soal izin pertambangan.

Goldman Sachs Inc menyebut, dalam enam bulan mendatang harga tembaga tembaga dapat menyentuh US$ 6.200 per metrik ton. Tambang Escondida dan Garsberg memproduksi sekitar 9% pasokan tembaga global.

Jika pekerja Escondida melakukan mogok selama 20 hari, disertai dengan tertundanya pengiriman dari Grasberg selama satu bulan, Goldman Sachs memperkirakan produksi tembaga global akan berkurang 100.000 ton.

Angka tersebut setara 1,8% pasokan tembaga dunia. Goldman Sachs memprediksi terjadi defisit tembaga hingga 180.000 ton pada tahun 2017.

Andri menyebut, tembaga juga mendapat sentimen positif pelemahan kurs dollar AS. Ia menilai harga tembaga hingga akhir kuartal pertama akan menyentuh US$ 6.500 per metrik ton.

Pasalnya, tembaga juga mendapat dukungan dari sisi permintaan. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memberi sinyal akan menandatangani perintah eksekutif guna melanjutkan proyek pipanisasi minyak. Proyek ini tentu membutuhkan tembaga sebagai salah satu bahan dasarnya. Optimisme kenaikan permintaan juga datang dari China, mengingat kondisi sektor industri cukup stabil.

Sepekan ke depan, Andri meramal harga tembaga masih memiliki tenaga untuk bergerak menguat. Isu politik soal kebijakan Presiden Trump, pergerakan dollar AS hingga perkembangan situasi di Escondida akan menjadi penggerak laju tembaga.

Di samping itu, tembaga menanti rilis neraca dagang China pada akhir pekan ini. Proyeksinya, surplus neraca dagang naik menjadi 295 yuan, dari sebelumnya 275 yuan.

Dari sisi teknikal, Andri melihat harga tembaga bergerak di atas MA 50, MA100 dan MA200, menunjukkan tren menguat dalam jangka panjang. Indikator MACD berada di area positif. RSI terlihat netral, sementara stochastic bergerak di bawah level 50.

Jumat (10/2) Andri memprediksi harga tembaga bergerak pada kisaran US$ 5.810-US$ 5.930 per metrik ton. Sepekan ke depan, harga diprediksi bergerak antara US$ 5.780-US$ 5.980 per metrik ton.

Gangguan produksi di Chili dan Indonesia melambungkan harga tembaga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie