Para pedagang di sentra alat pancing Jatinegara hanya bisa mengais margin penjualan tipis akibat sengitnya persaingan bisnis. Para pedagang di sana lebih mengharapkan keuntungan dari diskon pemasok. Sejak krisis ekonomi 1998, mereka lebih suka menjual alat pancing buatan China yang murah dan disukai pembeli.Persaingan antara pedagang di sentra penjualan perlengkapan pancing Jatinegara, Jakarta Timur, membuat mereka harus menekan keuntungan. Para pedagang hanya berharap barang dagangannya cepat laku, sehingga duitnya bisa diputar kembali.Apalagi, sebagian besar pembeli yang datang ke tempat ini berasal dari kalangan menengah bawah. Para pedagang pun harus rela mengambil margin 10% sampai 20% per barang. Jimmy Pradjanata, pemilik Toko Himalaya, mengatakan strategi harga murah cukup manjur mendongkrak penjualan. "Kalau pasang harga tinggi susah laku. Jadi, kami menjual di harga katalog pemasok saja," katanya. Karena itu, pedagang banyak menggantungkan keuntungannya dari diskon pemasok.Hal senada diungkapkan Lucky Setiawan, pemilik Toko Ronson. Dia hanya mengambil margin keuntungan bersih di kisaran 10% hingga 20% dari harga jual tiap barang dagangannya.Keruntuhan daya beli para pemancing akibat krisis ekonomi memaksa pedagang memangkas harga jual. Padahal, harga beli barang dagangannya dari pemasok terus naik. "Maju tidaknya bisnis ini sangat bergantung perekonomian," ujar Lucky. Menurutnya, memancing adalah sebuah hobi yang tidak mahal tapi tetap memerlukan biaya. Jika ekonomi berjalan baik, ruang penyaluran hobi juga akan meningkat. Otomatis, penjualan alat pancing juga naik. "Tahun lalu adalah masa sulit. Nilai penjualan tidak terlalu bagus, karena pembelinya tidak punya duit," imbuh Lucky. Penurunan omzet tak hanya diakibatkan merosotnya jumlah pembeli. Kondisi krisis membuat banyak pembeli yang menurunkan kualitas dan kuantitas daftar belanjaannya.Jika tahun sebelumnya banyak pelanggan yang membeli merek terkenal, saat krisis ekonomi sejak 2008 mereka menggantinya dengan alat pancing buatan China yang harganya lebih murah. "Jika biasanya beli benang sebulan dua kali, sekarang sekali," kata Lucky. Sampai sekarang, alat pancing buatan China sukses menggeser dominasi merek asal Amerika Serikat, Jerman, atau Jepang. Ini didukung oleh harganya yang murah. Untuk mendapatkan fishing rod atau joran asal China, cukup membayar Rp 25.000. Harga produk Shimano asal Jepang, sebesar Rp 375.000 per unit. Beberapa merek alat pancing China yang cukup beken adalah Daiwa dan Golden Fish. Joran darat merek Golden Fish sepanjang 1,65 meter ditawarkan pada kisaran harga Rp 85.000. Meski kualitas alat itu masih dipertanyakan, desain produk pancing asal China cukup variatif dan cocok dengan tipikal konsumen kelas menengah ke bawah. Alhasil, produk-produk asal China ini banyak ditawarkan oleh para pemasok.Para pemasok yang mengirimkan barangnya ke dua toko di sentra Jatinegara itu berasal dari seputaran Jakarta. Seperti Ancol, Pasar Ikan, dan Penjaringan. Jumlahnya sekitar 10 pemasok.Mereka adalah importir alat pancing dari China, Vietnam, dan Malaysia. "Tiap minggu ada sales yang datang menawarkan barang," papar Jimmy. Penambahan stok dilakukan secara rutin.(Bersambung) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sentra alat pancing: produk China menang (2)
Para pedagang di sentra alat pancing Jatinegara hanya bisa mengais margin penjualan tipis akibat sengitnya persaingan bisnis. Para pedagang di sana lebih mengharapkan keuntungan dari diskon pemasok. Sejak krisis ekonomi 1998, mereka lebih suka menjual alat pancing buatan China yang murah dan disukai pembeli.Persaingan antara pedagang di sentra penjualan perlengkapan pancing Jatinegara, Jakarta Timur, membuat mereka harus menekan keuntungan. Para pedagang hanya berharap barang dagangannya cepat laku, sehingga duitnya bisa diputar kembali.Apalagi, sebagian besar pembeli yang datang ke tempat ini berasal dari kalangan menengah bawah. Para pedagang pun harus rela mengambil margin 10% sampai 20% per barang. Jimmy Pradjanata, pemilik Toko Himalaya, mengatakan strategi harga murah cukup manjur mendongkrak penjualan. "Kalau pasang harga tinggi susah laku. Jadi, kami menjual di harga katalog pemasok saja," katanya. Karena itu, pedagang banyak menggantungkan keuntungannya dari diskon pemasok.Hal senada diungkapkan Lucky Setiawan, pemilik Toko Ronson. Dia hanya mengambil margin keuntungan bersih di kisaran 10% hingga 20% dari harga jual tiap barang dagangannya.Keruntuhan daya beli para pemancing akibat krisis ekonomi memaksa pedagang memangkas harga jual. Padahal, harga beli barang dagangannya dari pemasok terus naik. "Maju tidaknya bisnis ini sangat bergantung perekonomian," ujar Lucky. Menurutnya, memancing adalah sebuah hobi yang tidak mahal tapi tetap memerlukan biaya. Jika ekonomi berjalan baik, ruang penyaluran hobi juga akan meningkat. Otomatis, penjualan alat pancing juga naik. "Tahun lalu adalah masa sulit. Nilai penjualan tidak terlalu bagus, karena pembelinya tidak punya duit," imbuh Lucky. Penurunan omzet tak hanya diakibatkan merosotnya jumlah pembeli. Kondisi krisis membuat banyak pembeli yang menurunkan kualitas dan kuantitas daftar belanjaannya.Jika tahun sebelumnya banyak pelanggan yang membeli merek terkenal, saat krisis ekonomi sejak 2008 mereka menggantinya dengan alat pancing buatan China yang harganya lebih murah. "Jika biasanya beli benang sebulan dua kali, sekarang sekali," kata Lucky. Sampai sekarang, alat pancing buatan China sukses menggeser dominasi merek asal Amerika Serikat, Jerman, atau Jepang. Ini didukung oleh harganya yang murah. Untuk mendapatkan fishing rod atau joran asal China, cukup membayar Rp 25.000. Harga produk Shimano asal Jepang, sebesar Rp 375.000 per unit. Beberapa merek alat pancing China yang cukup beken adalah Daiwa dan Golden Fish. Joran darat merek Golden Fish sepanjang 1,65 meter ditawarkan pada kisaran harga Rp 85.000. Meski kualitas alat itu masih dipertanyakan, desain produk pancing asal China cukup variatif dan cocok dengan tipikal konsumen kelas menengah ke bawah. Alhasil, produk-produk asal China ini banyak ditawarkan oleh para pemasok.Para pemasok yang mengirimkan barangnya ke dua toko di sentra Jatinegara itu berasal dari seputaran Jakarta. Seperti Ancol, Pasar Ikan, dan Penjaringan. Jumlahnya sekitar 10 pemasok.Mereka adalah importir alat pancing dari China, Vietnam, dan Malaysia. "Tiap minggu ada sales yang datang menawarkan barang," papar Jimmy. Penambahan stok dilakukan secara rutin.(Bersambung) Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News