Meski sudah puluhan tahun menempati kavling-kavling di Taman Anggrek Ragunan (TAR), para pedagang di kawasan ini bukanlah pemilik lahan. Mereka menyewa lahan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Otomatis, para pedagang rentan penggusuran. Untungnya, Pemprov DKI malah menambah sarana di sentra ini.Taman Anggrek Ragunan (TAR) berada di atas lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tepatnya di bawah Dinas Pertanian dan Kehutanan. Para petani dan pedagang di sentra anggrek ini membayar sewa kepada pemprov setiap bulan. Biaya sewanya sekitar Rp 385.000 per kavling. Biaya sewa ini sudah termasuk biaya keamanan dan kebersihan.Sukendar, pengelola Rama Orchid di Kavling 39 TAR, mengatakan bahwa dari dulu hingga sekarang biaya sewa kavling TAR ini tidak berbeda jauh. "Luas lahannya sekitar 800 meter persegi per kavling," imbuhnya.Ia mengatakan, ayahnya, Saliwon, sudah berusaha di TAR sejak awal 1980-an. Waktu itu pemprov ingin menjadikan TAR sebagai salah satu pusat wisata agro di Jakarta. Perjanjian antara para pedagang dan pemprov juga mengatur para pedagang harus menjual anggrek seperti nama tempatnya.Pemda juga menambah sarana agar sentra ini makin menarik. Salah satunya adalah fasilitas pengairan. Sebelumnya, sarana ini memang sudah ada di setiap kavling, tapi kualitas air kurang bagus.Pengeboran air tanah di bagian belakang sentra sudah dilakukan sejak tahun lalu. Sekarang, pemprov masih dalam proses memasang pipa untuk penyaluran air dari kavling paling belakang hingga ke paling depan.Pemda juga tengah membuat percontohan kavling. Jadi, nantinya kavling satu dengan lainnya akan diseragamkan agar lebih tertata. Maklum, selama ini penyewa menyusun sendiri kavlingnya. Penataan ini termasuk pengadaan rumah tinggal di bagian belakang kavling dan penataan tanaman. "Waktu pertama sewa hanya ada lahan dan tiang-tiang besi," kata Samino, pemilik Santi Orchid di Kavling 6. Tiang-tiang besi itu menjadi penyangga jaring pelindung tanaman dari matahari.Para pedagang juga sudah memiliki koperasi sendiri, bernama Primatara. Selain sebagai koperasi simpan pinjam, Primatara menyediakan perlengkapan dan kebutuhan bercocok tanam. "Kalau harga pupuk di luar mahal, di sini biasanya lebih rendah," imbuh Samino.Sentra anggrek ini sudah bertahan sekitar 30 tahun. Namun, para penghuninya silih berganti. Misalnya, Samino. Awalnya, ia bekerja di kavling milik orang lain. Di tahun 1996, Samino menyewa sendiri lahan di Kavling 30. Tak lama, dia pindah ke Kavling 6. Biasanya kalau pedagang tak lagi menggunakan kavling, dia akan mengopernya ke orang lain. Dengan sistem itu, kavling di sentra TAR ini tak pernah kosong. Lain lagi cerita Agus Gunawan. Pedagang yang menempati Kavling 7 ini masuk ke TAR tahun 2006. Sebelumnya, dia sudah berbisnis tanaman hias dan anggrek di Pamulang, Tangerang Selatan. Di sana, dia lebih banyak menerima order dari internet dan telepon. Ia memutuskan membuka satu kavling di sentra TAR. "Di sini orang sudah mengenal tempatnya, kalau di kebun terlalu jauh," kata Agus.Meski sudah membuka satu kavling dengan nama Al Mira Orchid di TAR, Agus tetap mempertahankan kebunnya di Pamulang. Dari sana dia memasok anggrek dan tanaman hias lain.(Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sentra anggrek yang menyewa lahan dari pemda (2)
Meski sudah puluhan tahun menempati kavling-kavling di Taman Anggrek Ragunan (TAR), para pedagang di kawasan ini bukanlah pemilik lahan. Mereka menyewa lahan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Otomatis, para pedagang rentan penggusuran. Untungnya, Pemprov DKI malah menambah sarana di sentra ini.Taman Anggrek Ragunan (TAR) berada di atas lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Tepatnya di bawah Dinas Pertanian dan Kehutanan. Para petani dan pedagang di sentra anggrek ini membayar sewa kepada pemprov setiap bulan. Biaya sewanya sekitar Rp 385.000 per kavling. Biaya sewa ini sudah termasuk biaya keamanan dan kebersihan.Sukendar, pengelola Rama Orchid di Kavling 39 TAR, mengatakan bahwa dari dulu hingga sekarang biaya sewa kavling TAR ini tidak berbeda jauh. "Luas lahannya sekitar 800 meter persegi per kavling," imbuhnya.Ia mengatakan, ayahnya, Saliwon, sudah berusaha di TAR sejak awal 1980-an. Waktu itu pemprov ingin menjadikan TAR sebagai salah satu pusat wisata agro di Jakarta. Perjanjian antara para pedagang dan pemprov juga mengatur para pedagang harus menjual anggrek seperti nama tempatnya.Pemda juga menambah sarana agar sentra ini makin menarik. Salah satunya adalah fasilitas pengairan. Sebelumnya, sarana ini memang sudah ada di setiap kavling, tapi kualitas air kurang bagus.Pengeboran air tanah di bagian belakang sentra sudah dilakukan sejak tahun lalu. Sekarang, pemprov masih dalam proses memasang pipa untuk penyaluran air dari kavling paling belakang hingga ke paling depan.Pemda juga tengah membuat percontohan kavling. Jadi, nantinya kavling satu dengan lainnya akan diseragamkan agar lebih tertata. Maklum, selama ini penyewa menyusun sendiri kavlingnya. Penataan ini termasuk pengadaan rumah tinggal di bagian belakang kavling dan penataan tanaman. "Waktu pertama sewa hanya ada lahan dan tiang-tiang besi," kata Samino, pemilik Santi Orchid di Kavling 6. Tiang-tiang besi itu menjadi penyangga jaring pelindung tanaman dari matahari.Para pedagang juga sudah memiliki koperasi sendiri, bernama Primatara. Selain sebagai koperasi simpan pinjam, Primatara menyediakan perlengkapan dan kebutuhan bercocok tanam. "Kalau harga pupuk di luar mahal, di sini biasanya lebih rendah," imbuh Samino.Sentra anggrek ini sudah bertahan sekitar 30 tahun. Namun, para penghuninya silih berganti. Misalnya, Samino. Awalnya, ia bekerja di kavling milik orang lain. Di tahun 1996, Samino menyewa sendiri lahan di Kavling 30. Tak lama, dia pindah ke Kavling 6. Biasanya kalau pedagang tak lagi menggunakan kavling, dia akan mengopernya ke orang lain. Dengan sistem itu, kavling di sentra TAR ini tak pernah kosong. Lain lagi cerita Agus Gunawan. Pedagang yang menempati Kavling 7 ini masuk ke TAR tahun 2006. Sebelumnya, dia sudah berbisnis tanaman hias dan anggrek di Pamulang, Tangerang Selatan. Di sana, dia lebih banyak menerima order dari internet dan telepon. Ia memutuskan membuka satu kavling di sentra TAR. "Di sini orang sudah mengenal tempatnya, kalau di kebun terlalu jauh," kata Agus.Meski sudah membuka satu kavling dengan nama Al Mira Orchid di TAR, Agus tetap mempertahankan kebunnya di Pamulang. Dari sana dia memasok anggrek dan tanaman hias lain.(Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News