Sentra cermin Pejompongan: Tiga dekade becermin di Pejompongan (1)



Kawasan di sekitar Pejompongan sudah sejak lama dikenal sebagai pusatnya penjualan cermin. Di situ bercokol belasan perajin sekaligus pedagang cermin. Pembeli cermin berasal dari berbagai kalangan, mulai dari kalangan menengah hingga kaum berpunya dan pebisnis.Cermin tak hanya untuk berkaca mematut diri. Namun cermin juga bisa dijadikan penghias ruang. Nah, bagi Anda yang tinggal di Jakarta dan ingin mendapatkan cermin unik dan cantik, tak ada salahnya mampir ke Jalan Pejompongan Raya, Jakarta Pusat. Bisa dibilang, di kawasan itu ada belasan perajin sekaligus pedagang cermin dengan aneka produk cermin. Mulai cermin yang biasa-biasa saja, hingga cermin penghias ruang tadi. Salah satu perajin dan juga pedagang itu adalah Iwan Wahyudi. Pemilik Rasdja Furniture sejatinya sudah menggeluti bisnis cermin ini sudah puluhan tahun silam. Maklum, bisnis ini merupakan warisan keluarga Iwan. Bisa dibilang, keluarga Iwan adalah salah satu perintis usaha cermin di Pejompongan ini. "Berdirinya sejak lama, sejak 1980-an. Setelah ayah tidak ada, usaha ini akhirnya saya yang meneruskan," kata Iwan.Awalnya, di daerah Pejompongan ini hanya ada dua perajin cermin. Kini, di situ setidaknya bercokol 15 toko yang menjual aneka cermin. Selain ayah Iwan, perajin lainnya adalah Haji Sarkawi. "Haji Sarkawi pertama kali mengenalkan bisnis cermin ini," ujar Lupi, anak Sarkawi, pemilik PD Hikmah Jaya.Lupi bercerita, pada awalnya, Sarkawi tidak hanya berjualan kaca saja. Dia juga menjual aneka furnitur seperti kursi, meja, lemari, dan kusen pintu. Namun, di antara semua produk Sarkawi itu, justru cermin yang paling laku. Makanya sejak 1998, Sarkawi memutuskan hanya menjual cermin saja. Demikian juga dengan keluarga Iwan. Menurut Iwan, ayahnya juga tak hanya membuat dan menjual cermin. Seperti halnya Sarkawi, orangtua Iwan juga membuat aneka furnitur berukir. Maklum, ayah Iwan berasal dari Jepara sehingga sudah pandai mengukir dari sono-nya. Sayangnya, usaha furnitur itu berantakan saat negeri ini dilanda badai moneter pada 1998 silam. "Hanya cermin yang tersisa. Selain itu permintaan cermin juga terus ada sehingga kami memutuskan untuk berjualan kaca cermin saja," lanjut Iwan.Sedendang seirama dengan Iwan, Lupi juga memilih hanya berjualan cermin. Menurut Lupi, para pedagang kaca cermin lainnya mulai berbondong-bondong berjualan di Pejompongan sejak tujuh tahun lalu. Para pedagang kaca cermin itu pindahan dari sekitar Gedung DPR/MPR yakni di sekitar Jalan Gatot Subroto. "Mereka diusir dari sana oleh Satpol PP," jelas Lupi.Pelanggan cermin made in Pejompongan ini memang lumayan banyak. Bahkan Lupi sering mendapatkan order dari kalangan menengah ke atas. Selain pesanan individu, Lupi juga mendapatkan pesanan dari pengembang apartemen, hotel, dan juga perkantoran. "Biasanya kalau pemesannya dari apartemen, hotel atau perkantoran, sekali pesan bisa sekitar 20 hingga 30 cermin," lanjut Lupi. Dari berjualan cermin, kalau pas lagi ramai, Lupi bisa mendulang omzet sebesar Rp 2 juta per hari. Namun, jika sedang sepi, paling-paling Lupi hanya bisa mendapatkan omzet Rp 500.000 per hari. "Pembelian ramai itu biasanya Sabtu dan Minggu. Selain itu, omzet semakin besar kalau memasuki bulan suci Ramadan atau menjelang Natal dan tahun baru," jelas Lupi. (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi