Sentra durian Pandeglang: Pelanggan bergeser ke sentra durian lain (3)



Pamor sentra durian Kampung Waas sudah tak seperti dulu. Banyaknya sentra durian yang bermunculan dan masuknya durian impor membuat sentra ini kian sepi. Apalagi jika pasokan durian tersendat, mereka harus mengambil durian dari Sumatra yang berbeda jenis.Sentra penjualan durian Kampung Waas, Pandeglang, tak seramai tahun 1970-an. Saat itu, sentra ini masih menjadi pusat penjualan durian yang banyak didatangi penjual durian dari luar daerah.

Menurut Dimyati, salah seorang pedagang durian di Kampung Waas, pada tahun itu Pelabuhan Merak–Bakauheni belum dibangun. Saat itulah Kampung Waas menjadi tempat pedagang durian dari Bandung, Bogor dan Jakarta berkumpul. "Para pedagang membeli durian dari sini, dan banyak sekali yang hilir mudik menawar durian," ujarnya. Kondisi itu membuat dagangan durian Dimyati kala itu laris manis. Soalnya, tidak hanya pembeli yang membeli untuk dinikmati sendiri yang menjadi pelanggan, namun juga para pedagang dari luar daerah. Hanya, kondisi itu sekarang tinggal kenangan. Banyaknya sentra-sentra penjualan durian yang muncul di banyak wilayah, termasuk masuknya durian-durian impor, menyebabkan pamor sentra ini kian meredup. Bahkan, sekarang, pedagang durian dari Serang dan Pandeglang sendiri sudah jarang datang ke sentra ini. Kalaupun ada yang menjual durian Kampung Waas ke luar kota, mereka adalah putra-putra asli kampung Waas. "Banyak anak sini yang menjual durian di Jakarta, seperti di daerah Ulujami, Jakarta Selatan," ujar Abdullah, penjual durian yang lain.Mereka mengambil durian asli Kampung Waas untuk di jual ke luar kota. Dengan hubungan pertemanan yang kuat membuat banyak urusan bisnis lebih mudah, terutama untuk mendapat stok durian yang baik. "Biasanya mereka meminta bantuan untuk memilihkan durian yang baik, untuk di jual kembali ke Jakarta," ujarnya. Lokasi penjualan yang kurang nyaman, menurut Dimyati, juga menjadi penyebab turunnya pamor Kampung Waas. Oleh karena itu, sebagian besar pedagang durian Kampung Waas berharap bisa mendirikan tempat berjualan yang nyaman seperti saung. "Kalau tempat sudah berbentuk bangunan, harga jual akan lebih tinggi dan pengunjung dari berbagai daerah akan kembali datang," ujar Dimyati. Tak hanya itu, jumlah tenaga kerja yang terserap juga akan lebih banyak.Agar bisnis ini bisa diteruskan, Abdullah berusaha melibatkan cucu dalam usaha, terutama usai pulang sekolah. Selain menemani berjualan, Abdullah juga mengajarkan kepada cucunya cara memilih durian berkualitas baik.Cara memilih durian baik memang menjadi salah satu modal utama dalam berbisnis durian. Menurut Atma, pemilik saung durian Haji Arief, untuk menjadi pedagang durian sukses harus mempunyai penciuman yang tajam. "Itu untuk membedakan durian bagus dan durian yang jelek," katanya. Ilmu itu dia dapatkan dari sang ayah yang dulunya juga penjual durian. Ke depan, Atma berharap bisa meningkatkan pasar duriannya. Tak hanya menjual dalam bentuk buah, dia juga membuat produk wajik durian. "Sekarang penjualannya masih terbatas di toko sendiri," ujarnya. Oleh karena itu, dia berharap nanti produk wajik durian bisa dijual luas dan menjadi jajanan khas Pandenglang. Selain soal pasar, pedagang durian Kampung Waas juga terkendala pasokan terutama saat hama dan penyakit menyerang kebun. Atma mengaku kalang kabut mencari pasokan, jika petani Waas gagal panen. Makanya, ia mencari pasokan durian dari daerah lain seperti Pulau Sumatra. Namun banyak pelanggan yang protes karena karakteristik rasa duriannya beda. (Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi