Usaha emping dan keceprek melinjo menjadi tumpuan ekonomi sebagian warga Menes, Pandeglang, Banten. Maklum, bisnis rumahan itu bisa mendatangkan omzet hingga puluhan juta rupiah. Tak heran, ada penduduk yang dapat mengantongi keuntungan sampai Rp 10 juta sebulan.Pembuatan emping dan keceprek dari biji melinjo menjadi mata pencaharian sebagian warga, terutama kaum ibu di Kecamatan Menes. Dari usaha ini, mereka bisa menyekolahkan anak-anaknya ke perguruan tinggi di kota Jakarta.Warga Menes bisa mengantongi pendapatan hingga puluhan juta rupiah per bulan dari hasil jualan emping dan keceprek. Eliyah, misalnya. “Keuntungan saya sebulan bisa sampai Rp 10 juta,” ungkap perempuan berusia 48 tahun itu.Awalnya, Eliyah berprofesi sebagai pedagang perabot rumah tangga yang ia tawarkan kepada warga di kampung dan sekitarnya. Setelah mendapat resep cara membikin emping dan keceprek, dia pun meninggalkan pekerjaan lamanya dan menjadi pembuat kedua makanan ringan ini.Eliyah menjadikan pekarangan rumahnya di Desa Tegalwangi menjadi tempat pembuatan emping dan keceprek. Ia membuat dua bilik. Satu bilik untuk tempat membikin kedua kudapan itu, dan satu lagi untuk tempat menggoreng.Lantaran permintaan terus bertambah, Eliyah merekrut tetangganya untuk membantu memproduksi emping dan keceprek. Sekarang, setidaknya ada 15 ibu yang bekerja pada Eliyah.Dari tempat pembuatan emping dan keceprek sederhana itulah, Eliyah bisa membagi rezeki ke tetangga, termasuk menyekolahkan buah hatinya di Jakarta. Tetapi, tidak mudah bagi Eliyah mengembangkan usaha emping dan kecepreknya. Ia memupuk bisnis yang dilakoni sejak 11 tahun lalu tersebut dengan terus menjaga kualiatas dan harga, jual. Buntutnya, emping dan keceprek produksinya dikenal di Pandenglang hingga ke luar daerah. Saat ini, pembeli emping dan keceprek buatan Eliyah berdatangan dari Indramayu, Tangerang, Bandung dan juga Bogor. Sebagian pembeli biasanya datang langsung ke rumah Eliyah. “Pembeli kebanyakan pedagang besar yang akan menjual lagi di toko masing-masing,” kata pemilik usaha emping dan keceprek dengan merek Fahri Mandiri itu. Dalam satu bulan, Eliyah bisa memproduksi emping sebanyak 2 ton. Sedangkan untuk keceprek, ia membuat minimal 1,5 ton. Untuk satu kilogram (kg) emping, dia banderol dengan harga Rp 22.000. Keceprek, dijual seharga Rp 28.000 per kg. Dari harga jual itu, Eliyah memperoleh laba sebesar Rp 1.000 untuk satu kilo emping dan Rp 2.500 untuk per kilo keceprek. “Untung keceprek lebih banyak ketimbang emping,” jelasnya.Sarmiah yang juga mengolah biji melinjo menjadi emping dan keceprek di Menes juga meraup omzet besar. Dalam menjalankan usahanya, sehari-hari dia dibantu 15 karyawan yang merupakan tetangganya. Berkat bantuan itu, Sarmiah bisa memproduksi emping hingga 600 kg per bulan dan keceprek 200 kg. Sarmiah mematok harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan Eliyah. Dia menetapkan harga emping sebesar Rp 23.000 per kg. Adapun, untuk keceprek, harga jualnya Rp 28.000 per kg. Dalam sebulan, Sarmiah bisa mengantongi omzet hingga Rp 19,4 juta. "Pelanggan utama saya datang dari Tangerang," katanya.Selain Eliyah dan Sarmiah, kebanyakan warga Menes lain hanya memproduksi emping dan keceprek dengan skala yang lebih kecil. Ambil contoh Kodriyah. Ia hanya membuat emping sebanyak 1,5 kg per hari atau sebanyak 45 kg dalam sebulan.Untungnya lumayan, sekitar Rp 12.000 per hari. "Saya tidak memiliki modal untuk menambah produksi,” jelas Kodriyah yang menjual emping buatannya ke pasar terdekat di desanya. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sentra emping Pandeglang: Kudapan Ringan dengan Laba Besar (2)
Usaha emping dan keceprek melinjo menjadi tumpuan ekonomi sebagian warga Menes, Pandeglang, Banten. Maklum, bisnis rumahan itu bisa mendatangkan omzet hingga puluhan juta rupiah. Tak heran, ada penduduk yang dapat mengantongi keuntungan sampai Rp 10 juta sebulan.Pembuatan emping dan keceprek dari biji melinjo menjadi mata pencaharian sebagian warga, terutama kaum ibu di Kecamatan Menes. Dari usaha ini, mereka bisa menyekolahkan anak-anaknya ke perguruan tinggi di kota Jakarta.Warga Menes bisa mengantongi pendapatan hingga puluhan juta rupiah per bulan dari hasil jualan emping dan keceprek. Eliyah, misalnya. “Keuntungan saya sebulan bisa sampai Rp 10 juta,” ungkap perempuan berusia 48 tahun itu.Awalnya, Eliyah berprofesi sebagai pedagang perabot rumah tangga yang ia tawarkan kepada warga di kampung dan sekitarnya. Setelah mendapat resep cara membikin emping dan keceprek, dia pun meninggalkan pekerjaan lamanya dan menjadi pembuat kedua makanan ringan ini.Eliyah menjadikan pekarangan rumahnya di Desa Tegalwangi menjadi tempat pembuatan emping dan keceprek. Ia membuat dua bilik. Satu bilik untuk tempat membikin kedua kudapan itu, dan satu lagi untuk tempat menggoreng.Lantaran permintaan terus bertambah, Eliyah merekrut tetangganya untuk membantu memproduksi emping dan keceprek. Sekarang, setidaknya ada 15 ibu yang bekerja pada Eliyah.Dari tempat pembuatan emping dan keceprek sederhana itulah, Eliyah bisa membagi rezeki ke tetangga, termasuk menyekolahkan buah hatinya di Jakarta. Tetapi, tidak mudah bagi Eliyah mengembangkan usaha emping dan kecepreknya. Ia memupuk bisnis yang dilakoni sejak 11 tahun lalu tersebut dengan terus menjaga kualiatas dan harga, jual. Buntutnya, emping dan keceprek produksinya dikenal di Pandenglang hingga ke luar daerah. Saat ini, pembeli emping dan keceprek buatan Eliyah berdatangan dari Indramayu, Tangerang, Bandung dan juga Bogor. Sebagian pembeli biasanya datang langsung ke rumah Eliyah. “Pembeli kebanyakan pedagang besar yang akan menjual lagi di toko masing-masing,” kata pemilik usaha emping dan keceprek dengan merek Fahri Mandiri itu. Dalam satu bulan, Eliyah bisa memproduksi emping sebanyak 2 ton. Sedangkan untuk keceprek, ia membuat minimal 1,5 ton. Untuk satu kilogram (kg) emping, dia banderol dengan harga Rp 22.000. Keceprek, dijual seharga Rp 28.000 per kg. Dari harga jual itu, Eliyah memperoleh laba sebesar Rp 1.000 untuk satu kilo emping dan Rp 2.500 untuk per kilo keceprek. “Untung keceprek lebih banyak ketimbang emping,” jelasnya.Sarmiah yang juga mengolah biji melinjo menjadi emping dan keceprek di Menes juga meraup omzet besar. Dalam menjalankan usahanya, sehari-hari dia dibantu 15 karyawan yang merupakan tetangganya. Berkat bantuan itu, Sarmiah bisa memproduksi emping hingga 600 kg per bulan dan keceprek 200 kg. Sarmiah mematok harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan Eliyah. Dia menetapkan harga emping sebesar Rp 23.000 per kg. Adapun, untuk keceprek, harga jualnya Rp 28.000 per kg. Dalam sebulan, Sarmiah bisa mengantongi omzet hingga Rp 19,4 juta. "Pelanggan utama saya datang dari Tangerang," katanya.Selain Eliyah dan Sarmiah, kebanyakan warga Menes lain hanya memproduksi emping dan keceprek dengan skala yang lebih kecil. Ambil contoh Kodriyah. Ia hanya membuat emping sebanyak 1,5 kg per hari atau sebanyak 45 kg dalam sebulan.Untungnya lumayan, sekitar Rp 12.000 per hari. "Saya tidak memiliki modal untuk menambah produksi,” jelas Kodriyah yang menjual emping buatannya ke pasar terdekat di desanya. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News