Sentra Gemblong Kuningan: Belum tersentuh bank (2)



Cemilan gemblong menjadi salah satu penganan khas dari Kota Kuningan. Harumnya nama gemblong ini merupakan kerja keras dan jerih payah produsen gemblong untuk memopulerkan makanan ini ke wilayah Kuningan dan sekitarnya.

Sumber makanan khas ini berasal dari Kelurahan Citangtu, Kuningan. Kampung ini menjadi sentra produksi paling lama, sejak 1999, dan menjadi tempat penghasil gemblong terbesar di Kuningan. Hampir semua pasar dan toko penjual gemblong di daerah Kuningan berasal dari Citangtu.

Meskipun demikian, pemerintah Kabupaten Kuningan tampaknya kurang memberikan perhatian kepada para produsen. Tak heran jika usaha perajin gemblong dari tahun ke tahun hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup, dan tanpa bisa berkembang menjadi industri yang modern.


Sarkam, salah satu perajin gemblong di Citangtu mengaku sejak memulai usaha dirinya tak pernah mendapatkan bantuan modal dari pemerintah. "Karena tidak ada modal, usaha kami hanya bisa untuk menggali lubang dan menutup lubang," sesal Sarkam.

Pria berusia 60 tahun ini, menceritakan, dirinya dan juga produsen di wilayah ini sering kali mendapatkan pesanan dalam partai besar dari di luar kota. Namun, ia memilih menolak pesanan karena tidak memiliki modal yang cukup untuk memenuhi permintaan tersebut.

Sarkam hanya bisa menjual sesuai kemampuan. Selain itu produsen khawatir jika pesanan dari luar dibatalkan secara mendadak, mereka takut menanggung risiko kerugian. Maklum, gemblong bukanlah jenis makanan yang cepat laris di pasar.

Ibu Sabda, produsen gemblong lainnya, juga merasakan kesulitan permodalan. Apalagi, selama ini dia memakai sistem pemasaran dengan cara menitipkan barang produksi ke pasar.

Artinya, barang yang sudah diproduksi tidak langsung terjual dan mendapatkan uang. Pedagang di pasar hanya mau membayar 10% atau paling banter 50% dari harga keripik berbahan baku singkong ini. "Sesudah terjual semua, baru mereka mau membayar," terang Sabda.

Bahkan ada juga pedagang yang nakal, yakni enggan membayar lunas seluruh barang meskipun gemblong yang dititipkan sudah terjual habis. Padahal, di sisi lain, bahan baku untuk produksi harus dibayar tunai semua. "Lama-lama, usaha kami rugi," ujar Sabda.

Itu sebabnya, Sabda sangat mengharapkan perhatian pemerintah untuk memudahkan mereka mendapatkan pinjaman modal. Masalah modal ini juga menjadi keluhan Utik.

Ia menceritakan, usaha gemblong ini masih belum tersentuh oleh kredit perbankan. Alhasil, para perajin mengandalkan pinjaman dari rentenir dengan bunga selangit.

Hingga kini, perajin gemblong juga belum memiliki kelompok usaha seperti koperasi. Sehingga, pemasaran pun dilakukan dengan cara getok tular.      (bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri