Sentra Gemblong Kuningan: Pemasaran terbatas (3)



Para pembuat gemblong di kelurahan Citangtu, Kuningan, Jawa Barat, sudah 20 tahun memproduksi cemilan dari tepung singkong. Keterbatasan pemasaran produksi membuat persaingan antar-produsen untuk menjual gemblong begitu ketat.

Sarkam, salah satu produsen gemblong bilang, persaingan sesama produsen dalam memasarkan produk terlihat dari bagaimana masing-masing berusaha menguasai pasar yang telah ada.

Setiap pembuat gemblong harus pintar-pintar menjaga relasi dengan pedagang agar mereka tetap mau memesan gemblong. Menurut Sarkam, sebagian pelanggan tetap produsen adalah para pedagang makanan di pasar.


"Kuncinya adalah harus punya relasi dengan pedangang yang sudah berlangganan tetap. Jika tidak, usahanya bisa bangkrut," katanya.

Namun, upaya produsen gemblong sering kali bertepuk sebelah tangan. Distribusi produk ke pedagang memang lancar. Tetapi, ada saja pedagang nakal yang tidak langsung membayar setelah produk habis terjual.

Itulah yang harus diperhatikan para pembuat gemblong. Sarkam bilang, lantaran risiko ini, mereka mulai berhati-hati mencari mitra pedagang di pasar.

Apalagi, saat menjelang Lebaran dan Natal, permintaan gemblong begitu tinggi. Meski banyak pedagang meminta pasokan lebih dari hari biasa, tapi produsen gemblong harus cermat mengenal sifat dan karakter pedagang.

Sebab, sudah menjadi kebiasaan di Kuningan, para pedagang yang membeli gemblong tidak membayar di muka. Mereka baru membayar setelah gemblong habis terjual. Risiko tak membayar juga cukup tinggi.

Sarkam punya beberapa langganan yang sudah dipercaya. Sehingga, dia tetap menjalin relasi dengan mereka dan memberikan harga lebih murah sehingga mereka tetap mau memesan gemblong darinya.

Ibu Sabda, produsen gemblong lainnya, mengatakan dalam menghadapi persaingan, ia berusaha meningkatkan kualitas produk. Selain itu, ia tetap menjadi relasi baik dengan pedagang di pasar.

Selama ini, ia biasa menitipkan gemblong ke kios-kios para pedagang. Karena hubungan baik, ada juga pedagang yang mau membayar uang muka sebesar 50% dari harga gemblong yang dititip.

Pada saat menjelang Lebaran, Sabda terkadang melayani pesanan dari luar kota, seperti Cirebon dan Ciamis. Namun, ia memberikan persyaratan, harus dibayar di muka saat pemesanan. Ia sudah kapok lantaran sering ada pembatalan pesanan ketika produk siap dikirim.

Ibu Utik, produsen lain, lebih suka memasok produk ke para penjual kaki lima di kabupaten Kuningan, meski juga menitip beberapa ke toko. Menyasar pedagang kaki lima bisa membawa keuntungan lantaran biasanya mereka memesan sedikit, tapi membayar di muka. (Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri