Sentra gerobak Parung: Perajin mumet karena pasokan kayu seret (2)



Di tengah ramainya, pesanan gerobak, para perajin gerobak di sentra olahan kayu di Jalan Ciputat-Parung, Kabupaten Bogor, mengeluhkan sulitnya mendapatkan bahan baku kayu jati belanda. Terutama kayu jati muda yang cocok dijadikan gerobak karena ringan.

Pertumbuhan bisnis makanan skala mikro membawa berkah bagi perajin gerobak di sentra olahan kayu di Jalan Raya Ciputat-Parung, Kabupaten Bogor. Apalagi kini juga banyak perusahaan waralaba menawarkan konsep gerobak untuk klien mereka.

Perajin mengakui, pesanan gerobak memang terus bertambah. Para pemesan itu kebanyakan adalah pengusaha mi ayam, pengusaha bakso atau pengusaha sate.


Sayang, kenaikan jumlah pesanan gerobak itu tidak seiring dengan ketersediaan bahan baku pembuatan gerobak. Perajin gerobak mengaku kesulitan mendapatkan bahan baku kayu, terutama kayu jati belanda.

Toha, salah satu perajin gerobak di sentra ini bilang, pasokan kayu jati belanda tidak lagi rutin seperti dulu. Mereka kesulitan mendapat pasokan kayu jati belanda karena pedagang kayu pada kehabisan stok. "Pasokan pedagang seret karena permintaan yang sangat banyak," terang Toha.

Selama ini, perajin gerobak di jalan Raya Ciputat-Parung mengandalkan kayu jati belanda sebagai bahan baku utama. Kayu jati belanda itu diperoleh dari pedagang yang mendapatkan suplai kayu dari gudang pelabuhan.

Maklum, kayu jati belanda adalah kayu bekas pelindung kargo barang impor di pelabuhan. "Gudang pengumpul kayu itu hanya ada dua, satu di Tanjung Priok dan satu lagi ada di Tangerang," katanya.

Persediaan kayu yang terbatas dan permintaan nan tinggi membuat harga kayu jati belanda naik tajam. Menurut perajin, harga kayu jati belanda kini mencapai Rp 60.000 untuk ukuran panjang 2 meter dan lebar 1,5 meter. Padahal, tahun lalu harga kayu jati belanda dengan ukuran segitu cuma Rp 30.000.

Kayu jati belanda banyak disuka karena bobotnya ringan dan mudah dibentuk, apalagi kalau kayu itu masih berusia muda. "Banyak pelanggan yang suka karena ringan," kata Toha.

Agar tidak mengalami ketergantungan dengan kayu jati belanda, Syafei (51), perajin gerobak di sentra olahan kayu di Jalan Raya Ciputat-Parung berusaha mencari bahan kayu alternatif dengan memilih kayu kamper sebagai pengganti kayu jati belanda.

Walaupun harga kayu kamper lebih mahal, tapi kualitas kayu kamper jauh lebih baik. "Kayu jenis kamper relatif mudah dicari," jelas Syafei.

Syafei membeli kayu kamper ukuran panjang 2 meter dan lebar 60 centimeter (cm) seharga Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta. Karena bahan baku lebih mahal, Syafei terpaksa menjual gerobak kayu kamper itu juga lebih mahal ketimbang gerobak dari kayu jati belanda.

Sejatinya, perajin kayu di jalan Raya Ciputat-Parung mengaku lebih senang bikin kusen atau perlengkapan rumah tangga lain ketimbang bikin gerobak. Syafei memberi contoh, dengan harga kusen Rp 4,5 juta sampai Rp 6 juta, ia bisa membawa pulang laba 45%.

Berbeda dengan laba gerobak, dari harga jual Rp 1,4 juta sampai Rp 2 juta, perajin paling tinggi hanya dapat laba 25%-30%. "Laba gerobak itu tipis," ungkap Syafei.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi